BANDUNG INSPIRA – Film ‘Pengepungan Di Bukit Duri’ yang diproduksi oleh Come and See Picture yang bekerjasama dengan Amazon MGM Studios menjadi film kesebelas besutan Joko Anwar. Film tersebut sukses meraih rating tinggi yakni 8.0 dari 10 di internet movie Databese (IMDb) berdasarkan 200-an ulasan.
Film ‘Pengepungan Di Bukit Duri’ sudah tayang di seluruh bioskop Indonesia sejak 17 April 2025. Bahkan di hari ke-6 penayangannya sudah disaksikan 503.987 penonton.
Film yang mengangkat tentang persoalan krisis sosial di Indonesia, dibintangi oleh Morgan Oey sebagai Edwin, Hana Pitrashata Malasan sebagai Diana, Endy Arfian sebagai Kristo, Fatih Unru sebagai Rangga, Satine Zaneta sebagai Dotty, Dewa Dayana sebagai Gerry, Landung Simatupang sebagai Kepala Sekolah, serta Omara Esteghlal sebagai Jefri.
Proses pemilihan pemain dilakukan secara mendetail selama empat bulan, untuk memastikan kedalaman karakter yang sesuai dengan tema tersebut, sehingga film ini diharapkan dapat menggugah kesadaran sosial melalui cerita yang intens.
“Cerita yang diangkat merupakan sebuah kegelisahan yang harus disuarakan bahwa ada masalah besar dan kemungkinan penyebabnya adalah gagalnya sistem Pendidikan di Indonesia” ungkap Joko Anwar.
“Mereka melakukan kegiatan yang terlihat telah sering dilakukan. Mereka hunting ‘anak Cina’ untuk dipukulin. Mereka tarik anaknya, lalu pukulin. Saya pada saat itu bingung dan shock, itu mengganggu sampai saya dewasa,” sambung Joko Anwar.
Pembuatan film ini, menjadi salah satu upaya Joko Anwar untuk menebus kesalahannya kala itu, yakni menjadikan pihak yang diam dan tidak melakukan apa-apa. Ia juga menyatakan kritik dan kegelisahannya terhadap sistem Pendidikan di Indonesia yang menurutnya tidak konsisten dan tidak memiliki arah yang jelas.
Kisah ‘Pengepungan Di Bukit Duri’ berawal dari seorang guru pengganti idealis, Edwin, mengambil pekerjaan di SMA Duri yang dikenal sebagai sekolah bagi siswa bermasalah. Namun, di balik tugasnya, Edwin memiliki misi pribadi untuk menemukan keponakannya yang hilang, sesuai permintaan terakhir kakaknya.
Sebagaian dari kelompok yang menjadi sasaran rasisme, kedatangan Edwin di lingkungan SMA Duri yang penuh kekerasan menghadirkan tantangan tersendiri. Situasi semakin memburuk ketika kerusuhan be sar pecah di luar sekolah, menyebabkan SMA Duri terkepung. Edwin, bersama para siswa dan seorang guru lain bernama Diana, terjebak dan harus berjuang untuk bertahan hidup di tengah kekacauan dan kekerasan yang meningkat.
Film ini juga menyoroti isu-isu sosial penting seperti diskriminasi, kekerasan sistemik di sekolah, dan pendidikan yang kurang berpihak pada generasi muda. Film ini memiliki rating 17+ tidak di sarankan untuk anak-anak dibawah umur.
Bagaimana cara Edwin untuk menumukan kejanggalan atas kematian anak dari kakaknya, apakah kalian penasaran dengan film ‘Pengepungan Di Bukit Duri’ ? (Septia Ramadhani)**