BANDUNG INSPIRA – Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menjalin kerja sama strategis guna memperkuat kemandirian farmasi nasional. Kolaborasi ini dibahas dalam pertemuan audiensi antara Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin, dan Kepala BPOM RI, dr. Taruna Ikrar, yang berlangsung di kantor BPOM, Jakarta, pada Selasa (20/5/2025).
Salah satu rencana utama dalam kerja sama ini adalah pembangunan Pabrik Obat Pertahanan. Pabrik ini akan memanfaatkan fasilitas laboratorium farmasi milik TNI yang akan direvitalisasi, sebagai upaya mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor bahan baku obat. Saat ini, sekitar 94 persen bahan baku obat di Indonesia masih berasal dari luar negeri, seperti Cina, India, dan Eropa.
Kemhan juga berencana meluncurkan Program Apotek Merah Putih, yang akan menyediakan obat-obatan berkualitas dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Sementara itu, BPOM akan melakukan pengawasan mutu produksi sesuai standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB), memberikan pelatihan bagi tenaga farmasi melalui kerja sama dengan Universitas Pertahanan, serta mempercepat proses penerbitan Nomor Izin Edar (NIE) untuk produk obat pertahanan.
Kepala BPOM, dr. Taruna Ikrar, menegaskan komitmen lembaganya dalam mendukung penuh inisiatif ini.
“BPOM siap berkolaborasi dengan Kementerian Pertahanan, tentunya dengan tetap mengikuti regulasi yang berlaku,” ujar Taruna Ikrar yang dikutip dari laman resmi BPOM.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan bahwa pembangunan industri farmasi pertahanan bukan hanya untuk kebutuhan militer, tetapi juga untuk masyarakat luas. Menurutnya, kemandirian farmasi merupakan bagian penting dari sistem pertahanan nasional, terlebih dalam menghadapi potensi krisis kesehatan global di masa depan.
“Revitalisasi kebijakan pertahanan yang kami lakukan mencakup sentralisasi sistem farmasi di lingkungan militer. Pembangunan pabrik farmasi pertahanan negara ini bukan hanya untuk TNI, tetapi juga untuk rakyat,” ungkap Sjafrie.
Untuk mendukung realisasi program ini, kedua pihak sepakat membentuk satgas bersama yang akan bertugas mempercepat proses produksi dan distribusi obat, menyusun roadmap, serta merancang regulasi pendukung.
Langkah konkret lainnya adalah rencana penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kemhan dan BPOM yang dijadwalkan berlangsung menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI. MoU tersebut akan menjadi dasar kebijakan dalam pengawasan obat, pengembangan obat tradisional Indonesia, serta pengendalian peredaran obat di pasar. (Deyvanes Nuruwe)**