BANDUNG INSPIRA- Nilai tukar rupiah (kurs) pada pembukaan perdagangan di Jakarta melemah hingga 28 poin atau 0,17 persen menjadi Rp16.353 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.325 per dolar AS pada kamis (20/2/25). Pelemahan ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan domestik yang membentuk sentimen pasar.
Analis pasar keuangan Ariston Tjendra menyebutkan pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh keinginan Federal Reserve (The Fed) untuk menahan suku bunga acuan lebih lama yang dibarengi sikap The Fed sedang menunggu data terbaru seperti inflasi, tenaga kerja, dan dampak kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Isyarat pejabat The Fed menunjukan bahwa inflasi di AS masih sulit turun ke target 2 persen. Hal ini mendorong spekulasi bahwa suku bunga acuan akan bertahan lebih lama di level tinggi, sehingga meningkatkan daya tarik dolar AS dibanding mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Di sisi domestik, pasar juga mulai berspekulasi terkait kemungkinan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate. Inflasi Indonesia yang relatif rendah dan pengurangan anggaran belanja negara yang dapat menghambat pertumbuhan bisnis lokal menjadi faktor utama dalam spekulasi ini. Jika BI menurunkan suku bunga, maka imbal hasil investasi di Indonesia bisa menurun, sehingga mengurangi minat investor terhadap aset berdenominasi rupiah dan semakin menekan nilai tukar.
Namun, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pekan ini, Bank Indonesia memutuskan untuk tidak mengubah kebijakan moneter. Keputusan ini diambil guna menjaga syabilitas kurs rupiah dan mencegah pelemahan yang terlalu dalam terhadap dolar AS. BI juga menegaskan pihaknya akan terus melakukan intervensi di pasar valuta asing, termasuk melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward untuk memastikan volatilitas rupiah tetap terkendali. (Salsa Solihatunnisa)**
