BANDUNG INSPIRA – Kegeramaan publik belum reda atas kasus Pertamina, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah kembali mengguncang publik dengan pemberitaan terhadap penetapan tiga tersangkan dalam kasus korupsi pengadaan kapal di PT ASDP Ferry pada periode 2019-2022.
Kasus ini merugikan negara hingga 893 Miliar Rupiah. Tiga tersangka merupakan Direktur Utama PT ASDP inisial HMAC, Direktur Prencanaan dan Pengembangan berinisial MYH, serta Direktur Komersial dan pelayaran inisial IP diduga menjadi tersangka dalam kasus pengadaan kapal.
Kasus ini bermula pada 2014, ketika PT JN (Swasta) telah menawarkan kapal miliknya kepada PT ASDP. Namun, akuisisi tersebut sempat ditolak oleh sebagian direksi dan dewan komisaris, karena dianggap kapal tersebut sudah berusia tua. PT ASDP saat itu lebih memprioritaskan pengadaan armada baru.
Situasi ini berubah pada 2018, saat inisial IP diangkat sebagai Direktur Utama PT ASDP. Dalam periode jabatannya, IP bertemu dengan pihak PT JN dan melakukan menyusun konsep kerja sama usaha. Pada saat itu, PT ASDP belum memiliki aturan internal yang memungkinkan akuisisi kapal.
KPK mengatakan bahwa selama masa kerjasama, PT ASDP diduga memprioritaskan pemberangkatan kapal milik PT JN. Dugaan kuat dalam kasus ini, mengarah pada adanya rekayasa penilaian kapal-kapal PT JN layak diakuisisi oleh PT ASDP.
Dalam proses pengadaan ini, para tersangka diduga telah memanipulasi harga kapal sehingga nilai yang dibayarkan jauh di atas harga pasar saat itu, mengakibatkan kerugian negara mencapai 893 Miliar Rupiah. Tak hanya itu, para tersangka diduga menerima gratifikasi dan keuntungan pribadi dari hasil mark up pada pengadaan kapal. Juru Bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan bahwa komitmen KPK dalam memberantas korupsi hingga akar-akarnya.
“KPK tidak akan berhenti pada penetapan tiga tersangka ini. Kami akan mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya,” tegasnya di kutip dari Batamtimes.com
KPK kini tengah menelusuri aliran dana dan melakukan kerjasama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aset yang terkait dengan kasus ini. Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, menegaskan pentingnya reformasi tata kelola di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mencegah terjadinya korupsi secara terus menerus.
“Kasus korupsi di PT ASDP menunjukkan adanya celah dalam sistem pengawasan dan akuntabilitas di BUMN. Pemerintah harus segera memperkuat pengawasan internal dan transparansi pengadaan untuk mencegah terjadinya korupsi serupa di masa mendatang,” ujarnya. (Dista Amelia)**