Oleh: Dr. Ace Somantri M.Ag, (Dosen Universitas Muhammadiyah Bandung)
Persoalan tentang isu-isu regulasi pendidikan terus muncul dan muncul lagi, mulai program kebijakan sekolah pengerak Muhammadiyah keluar tidak terlibat dari program tersebut. Tidak lama kemudian kebijakan tentang prilaku pelecehan seksual di lingkungan pendidikan yang menuai kritik keras dari berbagai kalangan karena terindikasi ada unsur dibalik aturan tersebut munculnya legitimasi sek bebas di lingkungan pendidikan.
Ternyata tidak diduga muncul lagi dalam materi RUU Sisdiknas terindikasi ada misi tidak baik, yaitu tidak dimasukan nomenklatur istilah Madrasah. Sebagian praktisi pendidikan mulai memberikan tanggapan dengan berbagai perspektif, khususnya menanggapi tentang hilangnya nomenklatur Madrasah hilang. Konsekuensi dari beberapa kebijakan yang kontroversial terkait dengan dunia pendidikan di Indonesia mengakibatkan terjadinya penurunan kepercayaan publik pada pemerintah.
Di lihat dari beberapa literatur yang di publikasikan, Istilah Madrasah menjadi simbol pendidikan alternatif ketika awal munculnya konsep belajar di madrasah, selain dapat terjangkau biayanya juga fokus menanamkan ahlak dan moralitas kehidupan. Madrasah memang secara bahasa adalah sekolah, namun di masyarakat sudah menjadi trade mark khusus bahwa madrasah tempat pendidikan berbasis agama Islam.
Secara psikologis apabila istilah Madrasah di hilangkan itu menjadi simbol hilangnya pola pendidikan berbasis agama Islam, selain itu juga apabila terus dipaksakan gelombang kritik dan saran akan terus meningkat sangat tidak menutup kemungkinan menjadi pemantik protes besar-besaran kepada pemerintah. Rencana pemerintah mengHilangkan nomenklatur madrasah itu bagian dari proses tahapan mengurangi peran agama dalam pembentukan karakter generasi kedepan.
Agama sangat vital dalam pembangunan karakter, terlebih agama Islam sebagai mayoritas telah banyak memberikan kontribusi, selain mengantarkan kemerdekaan bangsa juga banyak membantu pada pemerintah dalam pembangunan manusia. Saat ini, ketika menteri Nadiem merencanakan perubahan UU Sisdiknas dengan rancangannya kontroversi, Presiden wajib memberikan warning, bila perlu di reshuffle karena banyak kebijakan tidak pro pada kepentingan rakyat dan pengembangan dunia pendidikan yang lebih baik.