BANDUNG INSPIRA – Kisah konflik tanah di Dago Elos Bandung dan pertikaian dengan ketiga cucu George Henrik Muller telah memicu minat publik terhadap sejarah keluarga Muller yang rumit.
Saat ini, nama Keluarga Muller sedang menjadi perhatian banyak orang dalam konteks polemik yang berkaitan dengan sengketa lahan Dago Elos di wilayah Bandung Utara. Sengketa lahan ini mengancam untuk “mengusir” lebih dari 330 kepala keluarga yang tinggal di daerah tersebut.
Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller, ketiga cucu dari George Henrik Muller, memicu kontroversi dengan menggugat tanah yang telah dihuni ribuan warga selama beberapa dekade sebagai bagian dari hak waris mereka, berdasarkan Eigendom Verponding.
Namun, sesuai UU Pokok Agraria, konversi Eigendom Verponding menjadi hak kepemilikan harus diselesaikan pada September 1980. Jika klaim waris tidak diajukan hingga batas waktu tersebut, tanah berubah menjadi milik negara. Lebih dari empat puluh tahun setelah tenggat waktu tersebut, Muller bersaudara mengajukan gugatan terhadap tanah tersebut. Meskipun awalnya menghadapi tantangan, mereka akhirnya memenangkan kasus tersebut setelah pengajuan Peninjauan Kembali.
Kemudian, ketiga saudara tersebut menyatakan bahwa nenek mereka yang bernama Roesmah telah meninggal dunia pada tahun 1966. Akan tetapi, dalam sebuah laporan di surat kabar Limburg Dagblad yang terbit pada tanggal 7 Desember 1989, terungkap bahwa Roesmah sebenarnya wafat pada tahun 1989. Fakta ini menunjukkan bahwa klaim mereka dalam dokumen pernyataan kurang dapat dipercaya, karena kenyataannya nenek mereka masih hidup hingga akhir periode konversi Eigendom Verponding.
Pada malam Senin, tanggal 14 Agustus 2023, terjadi kerusuhan akibat konflik lahan antara keluarga Muller dan penduduk daerah Dago. Penduduk Dago memblokir jalan dan menggulung ban bekas yang mereka bakar sebagai tanda kekecewaan terhadap tanggapan yang diberikan oleh aparat kepolisian terhadap laporan mereka terkait dugaan penipuan yang dilakukan oleh saudara Muller. Sampai saat ini, warga dari kawasan Dago Elos terus melakukan perlawanan dalam upaya mempertahankan tanah yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun. Mereka berharap bahwa sistem hukum akan mendukung hak-hak mereka dalam perselisihan ini.
Silsilah Keluarga Muller
Asal usul Keluarga Muller bermula dari Georgius Hendrikus Muller, yang lahir pada tahun 1805 di Rotterdam, Belanda. Dia merupakan seorang profesional medis khususnya ahli bedah, yang memulai perjalanan ke Hindia Belanda (Indonesia) sebagai seorang serdadu pada tanggal 21 November 1822. Pada tanggal 11 Mei 1823, Georgius Hendrikus Muller tiba di Batavia. Berdinas sebagai prajurit, dia pernah menjalankan tugasnya di berbagai wilayah di dalam negeri.
Pada tahun 1835, Georgius Hendrikus Muller menikahi Virginia Elisabeth Montignij di Salatiga. Pasangan ini memiliki sejumlah anak yang banyak. Di antara anak-anak mereka terdapat Georgius Hendricus Wilhelmus Muller, yang dilahirkan pada tahun 1842 di Salatiga.
Dia lalu menikah dengan perempuan Desa Simpen, Limbangan bernama Munersih yang dikenal dengan panggilan Mesi. Keduanya dikaruniai tiga orang anak George Hendrik, Ani, dan Husni.
George Hendrik Muller lahir di Tegalsari, Salatiga pada 24 Januari 1906, dia menikah dengan Roesmah, anak pertama mereka lahir pada 22 Agustus 1930 di Madiun yang bernama Gustave Muller.
Hendrik meninggal kisaran tahun 1969-1977 sedangkan Roesmah meninggal pada tahun 1989, dia meninggalkan lima orang anak yaitu Harrie Muller, Eduard Muller, Gustave Muller, Theo Muller, Dora Muller.
Salah satu anaknya yaitu Edi Eduard Muller menikah dengan Sarah Sopiah Siahaya dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Herry Hermawan, Dody Rustendi, dan Pipin Sandepi yang saat ini mengklaim hak waris tanah Dago. (tami dan yunda)**