BANDUNG INSPIRA – Badan Pangan Nasional melalui DKPP Jawa Barat menggalakan kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi pengendalian kerawanan pangan dan juga gerakan ‘Stop Boros Pangan’ dalam rangka menghapuskan rawan pangan di Indonesia. Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat pun turut menggaungkan ‘Tuangna Se’epkeun, Leuwihna Bagikeun, Runtahna Ngirangan’ dengan maksud mengajak masyarakat Jawa Barat untuk menghabiskan makanannya, membagikan makanan yang berlebih, supaya sampah pangan menjadi berkurang.
Pangan dalam UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan berarti segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Sementara, pangan sebagai kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam UUD ’45 sehingga negara wajib untuk untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, serta pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang.
Pada saat ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) beserta DKPP Jabar sedang berusaha mengendalikan kerawanan pangan yang konsepnya terdiri dari tiga pilar, yaitu ketersediaan pangan ( produksi, cadangan stok ekspor, impor) kemudian akses (harga, inflasi, daya-beli distribusi), lalu yang terakhir yaitu pemanfaatan (asupan gizi, kecukupan dan keamanan)
Apabila ketiga pilar tersebut terpenuhi, maka akan terjadi ketahanan pangan, kedaulatan pangan, dan kemakmuran pangan. Namun apabila ketiga pilar tersebut tidak terpenuhi, maka akan terjadi kerawanan pangan seperti krisis pangan dan kelaparan.
Kerawanan pangan sendiri merupakan suatu kondisi ketidakmampuan wilayah sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tidak tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Proses terjadinya kerawanan pangan bersifat kompleks dan melibatkan interaksi antara berbagai faktor yang dapat berdampak negatif pada sistem pangan suatu daerah atau negara. Sebagai contoh, terjadinya kegagalan panen tidak selalu menimbulkan rawan pangan, apabila persediaan pangan di pasar dan rumah tangga masih dapat dipenuhi dan kesempatan kerja cukup luas.
Namun sebaliknya, sekalipun persediaan pangan di pasar masih cukup banyak tetapi apabila kesempatan kerja terbatas sebagai akibat dari kegagalan panen, maka akan berakibat banyak penduduk menderita kurang pangan dan atau rawan pangan.
Untuk mencegah kerawanan, kita dapat mengidentifikasi kerawanan pangan dan melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan pengendalian kerawanan pangan.
Dalam tahap ini, kita dapat menganalisa permasalahan yang ada serta menyusun solusi untuk mencegah kerawanan pangan.
Lalu, dalam penanganannya akan dilakukan intervensi untuk mengatasi kerawanan pangan yang dibagi menjadi dua jenis, yaitu kerawanan pangan kronis dan kerawanan pangan transien.
Dalam menangani kerawanan pangan kronis, dapat dilakukan intervensi dengan cara pemberdayaan masyarakat berkelanjutan berbasis kearifan lokal, melakukan koordinasi dan fasilitasi sarana dan prasarana, kemudian menguatkan kelembagaan serta penerapan IPTEK, dan melakukan pelatihan serta pendampingan.
Sedangkan untuk menangani kerawanan pangan transien dapat dilakukan intervensi dalam bentuk bantuan pangan serta penggalangan kemitraan dan partisipasi lintas sektor.
Masyarakat pun dapat berpartisipasi untuk mengendalikan kerawanan pangan dengan cara melakukan gotong royong, meningkatkan kepedulian antarwarga, menghidupkan kembali donasi antar warga, dan juga mencoba memperdayakan potensi lokal dengan cara membangun lumbung pangan. (Adv)**