BANDUNG INSPIRA – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mengajukan 5 rancangan peraturan daerah (raperda) dari Program Pembentukan Peraturan Daerah (propemperda) tahun 2023 tahap II. Pj Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono memaparkan kelima raperda tersebut dalam rapat paripurna DPRD Kota Bandung, Rabu 25 Oktober 2023.
“Pertama, raperda tentang perubahan penatan pedagang kaki lima. Kedua, raperda tentang pengelolan dan perlindungan lingkungan hidup. Ketiga, raperda tentang penyelenggaraan keolahragaan,” ujar Bambang.
“Keempat, raperda tentang pengawasan dan pengelolaan minuman beralkohol. Dan kelima, raperda tentang pencabutan perda nomor 11 tahun 2011 tentang pengolaan tanah dan bangunan milik pemerintah daerah,” lanjutnya.
Ia menjelaskan, dasar pertimbangan perubahan raperda nomor 4 tahun 2011 tentang penataan pedagang kaki lima adalah raperda tersebut mengatur terkait dengan penataan lokasi dan tempat usaha PKL yaitu zona merah, kuning, dan hijau.
“Ada zona merah merupakan lokasi yang tidak diperbolehkan terdapat PKL. Kemudian zona kuning yaitu lokasi yang memperbolehkan PKL berdasarkan waktu tertentu, dan zona hijau merupakan lokasi yang diperbolehkan adanya PKL,” jelasnya.
Selain itu, Bambang mengatakan, cukup banyak PKL yang masih berjualan di zona merah. Hal ini menunjukkan PKL masih melanggar Perda tersebut. Selain itu masih banyak PKL yang tanpa keterangan, sehingga akan menjadi perhatian khusus bagi pemerintah kota dalam melakukan penataan.
“Berdasarkan Peraturan Presiden (perpres) nomor 125 tahun 2012 tentang Koordinasi Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima tidak membatasi penambahan lokasi dengan menyebutkan zona lokasi. Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima menekankan pada lokasi sementara sesuai dengan yang ditetapkan dalam rencana tata ruang,” tuturnya.
Dengan demikian, peraturan presiden tersebut diperlukan perubahan terkait dengan isi dari Perda nomor 4 tahun 2011.
Kemudian, untuk raperda tentang rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Bambang menjelaskan, hal itu merupakan tindak lanjut dari ketentuan pasal 10 ayat 1 UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
“Setiap kepala daerah sesuai dengan kewenangannya menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). Ini menjadi dasar penyusunan dalam rencana pembangunan jangka panjang atau RPJP dan rencana pembangunan jangka menengah atau RPJM,” ungkapnya.
Selanjutnya, berkenaan dengan usulan raperda tentang pengolaan tanah dan pengembalian bangunan milik pemerintah daerah, Pemkot Bandung berupaya mewujudkannya dalam dibentuk Perda nomor 21 tahun 2012, tentang Penyelenggaraan Keolahragaan dan Retribusi Tempat Rekreasi Olahraga.
Penyelenggaraan Keolahragaan dan Retribusi Tempat Rekreasi Olahraga saat ini perlu dilakukan evaluasi. Hal tersebut dapat diwujudkan di antaranya sebagai berikut, Perda nomor 21 tahun 2012 dan perubahannya yang menggabungkan 2 objek hukum berbeda dalam 1 pengaturan. Penyelenggaraan keolahragaan yang merupakan urusan pemerintah non wajib tidak berkaitan dengan pelayanan masyarakat, sedangkan retribusi adalah merupakan penunjang urusan pemerintah daerah.
“Kedua, Perda nomor 21 tahun 2012 dan perubahannya didapuk sebagai penjabaran atas Perda nomor 3 tahun 2015, tentang sistem keuangan yang nasional, ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi,” tutur Bambang.
Ia menambahkan, Perda nomor 21 tahun 2012 dan perubahannya belum disesuaikan dengan perkembangan perubahan keolahragaan terkini seperti e-sport serta tujuan eksebisi 2019 – 2030.
“Dengan memperhatikan berbagai persoalan yang Perda nomor 21 tahun 2012 dan perubahannya serta memperhatikan kompleksitas permasalahan keuangan dari saat ini, maka peraturan yang dimaksud perlu untuk dilakukan pembaharuan,” akunya.
Kemudian, untuk raperda tentang penanganan, pengawasan, dan pengendalian minuman beralkohol di kota Bandung telah diatur dalam Perda nomor 11 tahun 2010. Namun, dalam perkembangannya dinilai belum mengakomodasi perubahan terutama berkenaan dengan konsumsi dan pengedaran minuman beralkohol.
“Untuk mengakomodasi hal tersebut pemerintah kota Bandung mengajukan raperda dalam hal penanganan, pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol yang merupakan penyempurnaan atas Perda nomor 11 tahun 2010,” katanya.
Secara substansi raperda ini dibuat dengan kesesuaian mengenai kebijakan, sistem penjualan yang diubah dengan cara penjualan langsung, pembatasan usia, tidak memberikan promo-promo secara luas, klasifikasi dan golongan minuman beralkohol, serta adanya pembatasan lokasi penjualan minuman beralkohol.
“Adapun terkait dengan pengawasan dan pengendalian raperda ini akan membentuk tim khusus atau tim yang membantu Wali Kota dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian ini,” ucapnya.
Selain itu, berkenaan dengan dasar pertimbangan mengenai raperda pencabutan Perda nomor 11 tahun 2011, tentang Pengelolaan Tanah Dan Bangunan Milik Daerah, Bambang menjelaskan, perda tersebut sudah tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara atau Daerah, tanah milik negara, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2020, maka pencabutan Perda nomor 11 tahun 2011 perlu dilakukan karena sudah tidak memiliki kriteria pendelegasian kewenangan.
“Terutama terkait materi muatan dalam pembentukan peraturan daerah. Apabila tidak dilakukan pencabutan, maka Perda tersebut akan bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku untuk pengelolaan barang milik daerah yang semakin berkembang dan kompleks. Perlu didukung dengan peraturan daerah yang sarat dengan perkembangan kebutuhan dan sesuai peraturan perundangan,” imbuhnya. (mia)**