BANDUNG INSPIRA – Pada tanggal 17-18 Agustus, Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Gandhinagar, India, yang berfokus pada pengobatan tradisional. Pertemuan ini menandai langkah pertama dalam menggelar KTT dengan tujuan mengumpulkan pemikiran dan pandangan para ahli serta pemangku kepentingan utama di bidang kesehatan.
Dikutip dari laman United Nations, Badan Kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan pengobatan tradisional sebagai pengetahuan keterampilan dan praktik yang digunakan dari waktu ke waktu guna menjaga kesehatan dan mencegah, mendiagnosis serta mengobati penyakit fisik dan mental.
“Pengobatan tradisional memiliki akar yang dalam dalam banyak budaya di seluruh dunia. Kita perlu memahami warisan ini dengan cermat dan mengintegrasikannya dengan standar medis yang ketat untuk meningkatkan perawatan kesehatan masyarakat.” Ungkap Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktrur Jenderal WHO
Presiden Madagaskar, Andry Rajoelina pernah memperkenalkan salah satu minuman herbal berbasis tumbuhan artemisia saat masa Pandemi Covid-19 yang membuat penggunaan ramuan tradisional ini mengalami peningkatan.
Dalam konteks keanggotaan WHO yang mencakup 194 negara, 170 negara telah mengakui pemanfaatan obat tradisional dan komplementer mulai tahun 2018. Meski demikian, hanya 124 negara yang tercatat memiliki hukum atau regulasi yang mengatur penggunaan obat herbal, sementara separuh dari jumlah tersebutlah yang menerapkan kebijakan nasional terkait metode dan penggunaan obat semacam itu.
WHO menegaskan bahwa Alami tidak selalu berarti aman, dan penggunaan selama berabad-abad bukanlah jaminan kemanjuran; oleh karena itu, metode dan proses ilmiah harus diterapkan untuk memberikan bukti kuat yang diperlukan
Konferensi ini diantisipasi menjadi platform bagi dialog global yang mendorong perumusan pedoman berskala dunia, yang nantinya akan membantu negara-negara merancang kebijakan yang didasarkan pada informasi, serta menjaga keamanan dan efektivitas dalam konteks pengobatan tradisional.
Selain itu, pertemuan ini juga dipandang sebagai langkah signifikan dalam membangun kerjasama antara para praktisi pengobatan tradisional dan kelompok medis modern, dengan tujuan utama meningkatkan layanan kesehatan secara komprehensif.
KTT mengenai pengobatan tradisional ini membawa peluang luas bagi semua pihak untuk bersatu dan memberikan kontribusi dalam mengembangkan pendekatan yang holistik dalam bidang kesehatan, dengan menggabungkan kebijaksanaan lokal dengan inovasi medis mutakhir, semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan global masyarakat. (yunda)**