BANDUNG, INSPIRA – Pemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk menentukan apakah sejumlah bangunan yang ada di Kota Bandung, mematuhi peraturan tata ruang di daerah sekitarnya.
Hal tersebut disampaikan aktivis sekaligus pemerhati lingkungan, Agus Satria yang mengatakan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah zonasi, fungsi lahan, dan penggunaan lahan, yang harus selaras dengan rencana tata ruang kota atau daerah setempat.
“Penegakan administratif dalam konteks ini mengacu pada proses pemeriksaan izin pembangunan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Apakah hotel telah berhasil mendapatkan izin pembangunan yang sesuai dengan peraturan tata ruang dan undang-undang yang relevan?” kata Agus.
Menurutnya, tindakan memperoleh izin yang melanggar peraturan dapat diklasifikasikan sebagai pelanggaran administratif.
“Perlu koordinasi antar lembaga, karena mengevaluasi tingkat koordinasi antar lembaga merupakan hal yang krusial dalam proses penegakan administratif. Apakah ada koordinasi dan keterlibatan antara otoritas perencanaan tata ruang, Pemerintah Kota, dan instansi terkait lainnya dalam hal pemberian izin pembangunan? Tidak adanya koordinasi berpotensi mengakibatkan kegagalan dalam penegakan administratif,” bebernya.
Agus menambahkan, tidak adanya tindakan tegas dalam hal penataan ruang, telah mendapat sorotan tajam adanya indikasi pelanggaran penataan ruang yang harus ditangani Dinas Cipta Karya, Bina Konstruksi dan Tata Ruang di Kota Bandung.
“Masyarakat berharap peran penting aktivis, mahasiswa, akademisi dan aparat penegak hukum termasuk DPRD Kota Bandung untuk ikut turun tangan. Kami melihat banyak pelanggaran (tata ruang) di Kota Bandung sudah lama sejak ber tahun-tahun tidak ada tindakan tegas bahkan membongkar,” ujarnya.
“Dalam hal ini pun, tentu kami berharap Kementrian ATR ikut turun tangan seperti hal nya saat Hotel Pullman,” imbuhnya.
Pengawasan dan pemeriksaan, kata Agus, merupakan komponen penting dalam sistem atau proses apapun. Pengawasan dan pemeriksaan melibatkan pengawasan dan evaluasi kegiatan, memastikan kepatuhan terhadap peraturan, standar, dan praktik-praktik terbaik.
“Pengawasan mengacu pada tindakan pemantauan. Dasar hukum untuk partisipasi masyarakat merupakan aspek penting untuk dipertimbangkan,” kata dia.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah undang-undang yang berkaitan dengan pengaturan dan pengelolaan tata ruang di wilayah yurisdiksi tertentu.
Undang-undang ini menetapkan pedoman dan prinsip-prinsip untuk alokasi dan pemanfaatan lahan dan sumber daya, serta pengembangan infrastruktur dan wilayah perkotaan.
Undang-undang ini bertujuan untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan seimbang, mendorong penggunaan lahan yang efisien, dan melindungi lingkungan. Undang-undang tersebut berfungsi sebagai kerangka hukum utama untuk perencanaan tata ruang di Indonesia.
“Sangat penting bagi pembangunan untuk menyelaraskan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan mematuhi peraturan zonasi, pedoman fungsi lahan, dan kebijakan penggunaan lahan yang diuraikan dalam rencana tersebut,” pungkasnya. *(roska)