Slow Living: Tren Baru Anak Muda yang Memilih Hidup Lebih Pelan
BERITA INSPIRA – Di tengah arus kehidupan modern yang serba cepat, muncul satu tren gaya hidup yang diam-diam mengambil hati banyak anak muda: slow living. Sebuah gerakan yang mengajak manusia untuk berhenti sejenak, menata ulang ritme, dan menikmati hidup dengan cara yang lebih pelan tanpa tekanan untuk terus produktif setiap saat.
Hidup Pelan Bukan Berarti Lambat
Slow living bukan tentang bermalas-malasan. Justru sebaliknya, tren ini mengajak orang untuk lebih sadar dalam menjalani hari: memilih apa yang penting, melepaskan yang tidak perlu, dan menciptakan ruang untuk bernapas di tengah padatnya rutinitas.
Bagi banyak orang, hidup cepat dan sibuk sudah tidak lagi terasa membanggakan. Ada kebutuhan baru: merasakan kembali makna dari waktu.
Ritual Kecil yang Dianggap Berharga
Penganut slow living biasanya memulai hari dengan rutinitas sederhana yang memberi grounding, misalnya:
– membuat sarapan sendiri dengan tenang,
– berjalan kaki tanpa terburu-buru,
– menikmati secangkir kopi tanpa mengecek notifikasi, atau merawat tanaman sebagai bentuk mindfulness.
Hal-hal yang dulu terlihat remeh kini menjadi “ritual” yang justru menguatkan kesehatan mental.
Dampak Positif: Lebih Sehat Secara Emosional
Mereka yang menerapkan slow living mengaku merasa lebih:
– tenang dan fokus,
– jarang burnout,
– tidak mudah merasa “ketinggalan”, dan lebih menikmati hal-hal kecil.
Dengan ritme yang lebih lambat, banyak anak muda menemukan keterhubungan baru dengan diri sendiri sebuah kemewahan yang sulit ditemukan ketika hidup dikejar deadline.
Pilihan Gaya Hidup, Bukan Tren Sesaat
Meski populer di media sosial, slow living bukan sekadar estetika foto kayu, linen, atau tanaman hijau. Di balik visual itu, slow living adalah pilihan hidup: menolak tekanan eksternal untuk selalu cepat, selalu lebih, selalu sibuk.
Ini adalah upaya sadar untuk menjalani hari dengan kualitas, bukan kuantitas. (Syahra)**
Foto: Pinterest


