BERITA INSPIRA

 Sejarah Zionis dan Agresi Wilayah Palestina

BERITA INSPIRA – Sejak pertengahan tahun 1800-an, dimana kelompok minoritas Yahudi Eropa merencanakan berdirinya Jewish Homelend (Tanah air bangsa Yahudi). Seorang Yahudi bernama Theodore Herzl, mempublikasikan karyanya, Der Judenstaat, yang berisi tentang gagasan pembangunan Jewish Homelend. Hal ini memunculkan ketertarikan kelompok Yahudi Eropa terhadap gagasan Herzel, yang kemudian menjadi penyebab dibentuknya kongres di Basle Switzerland, dikenal sebagai kongres Zionis Pertama.

Zionisme adalah gerakan politik terorganisasi yang bertujuan untuk menyatukan orang-orang Yahudi di Palestina. Zionis menganggap bahwa Palestina adalah tanah yang dijanjikan (Promised Land), tanah yang  sejatinya telah ada sejak Zaman Umar Bin Khattab.

Pada awal imigrasi Yahudi dari Eropa ke Palestina, mereka lakukan secara individu atau kelompok-kelompok kecil. Imigran Yahudi semakin banyak, memberi konsekuensi terhadap kebutuhan akan permukiman yang lebih besar. Cerita perebutan tanah oleh Israel dimulai, ditambah Klaim bahwa Yerusalem merupakan Ibu Kota Israel.

Selama Perang Dunia I (1914-1918), politik zionisme semakin dominan. Mereka meminta Inggris dan Amerika memberi jaminan Yerusalem dapat diubah menjadi negara Yahudi. Usaha Zionis meminta dukungan dari Inggris dan Amerika berhasil. Kondisi semakin buruk setelah muncul Deklarasi Balfour, yang dikeluarkan oleh Arthur Balfour, Menteri Luar Negeri Inggris.

Deklarasi berisikan dukungan kepada Yahudi prihal pendirian negara di tanah Palestina. Dari Deklarasi Balfour inilah kaum Yahudi menguasai. Dampak dari Deklarasi Balfour ini dibukanya migrasi besar-besaran Yahudi ke Palestina, dimana populasi Yahudi saat itu meningkat pesat di Palestina. Termasuk imigran yang terusir dari Jerman.

Mereka menganggap bahwa inisiatif deklarasi itu adalah awal yang baik untuk pengakuan negara Israel di Palestina. Inggris juga menerbitkan kebijakan beberapa bulan sebelum Perang Dunia II terjadi. Kebijakan tersebut disebut dengan White Paper 1939. Dalam buku putih tersebut Inggris mempersiapkan sebuah negara Palestina yang akan dikelola warga Arab di kemudian hari. Ada juga aturan pembatasan jumlah dan imigrasi warga Yahudi ke Palestina.

Berdasarkan dokumen tersebut jumlah imigran Yahudi ke Palestina hanya dibatasi sebanyak 10.000 kuota imigran per tahun dan bisa menjadi 25.000 orang jika dalam kondisi darurat pengungsi. Di dalam dokumen tersebut juga dijelaskan bahwa di masa depan, imigrasi bangsa Yahudi harus mendapatkan izin penduduk mayoritas Arab.

Karena terhimpit kebijakan dan ancaman pemusnahan massal, sejumlah organisasi Yahudi mencoba melakukan imigrasi ilegal. Sekitar 100.000 orang Yahudi menggunakan 120 kapal dalam 142 pelayaran mencoba menyelundup ke Palestina. Namun aksi tersebut sempat digagalkan oleh Inggris, hingga singkatnya pemimpin Yahudi menganggap Inggris sebagai musuh yang harus diperangi.

Kaum yahudi melakukan aksi terorisme seperti pembunuhan dan penculikan para petinggi Inggris, termasuk Lord Moyne, seorang pejabat Inggris yang sangat anti-Zionis. Lord Moyne memegang teguh aturan pembatasan imigrasi Yahudi ke Palestina. Pembunuhan Lord Moyne berdampak buruk bagi gerakan Zionisme. Inggris semakin ketat membatasi imigrasi Yahudi ke Palestina sesuai dengan mandat White Paper 1939. Namun aksi teror tak kunjung usai dari kaum Yahudi.

Desakan terhadap Inggris juga datang dari Amerika Serikat dan sejumlah negara yang meminta para imigran Yahudi dapat memasuki Palestina. Para pemimpin Arab menolak usul rekomendasi imigrasi 100.000 bangsa Yahudi ke Palestina. Akhirnya Inggris memberikan mandat kelola Palestina kepada PBB terhitung 14 Mei 1948.

Pada tahun 1948, Yahudi mendeklarasikan kemerdekaan Israel sekaligus memperluas jajahan terhadap ratusan ribu penduduk pribumi Palestina yang terusir dari tanah kelahirannya. Populasi terus meningkat tajam, Yahudi semakin menunjukkan arogansinya kepada penduduk pribumi Palestina. Sampai saat ini kontak fisik tidak terhindarkan dan semakin membesar.

Kondisi ini membuat warga Palestina merasa disingkirkan dan terjajah. Serangan teror yang membabi buta membuat palestina tidak tinggal diam dan melakukan perlawanan. Dari sinilah asal mula peperangan antara Israel dan Palestina terus terjadi. Agresi Israel ke wilayah Palestina, dari pengusiran, serangan barbar yang menewaskan warga sipil, jurnalis, anak-anak, hingga memblokade bantuan kemanusiaan terus terjadi. Tidak hanya itu, bahkan Infrastruktur, dari pemukiman hingga gedung pelayanan publik jadi sasaran kebrutalan roket Israel hingga hari ini. (mia)**

About Us

Inspira Media adalah Media Holding yang bergerak di bidang content creator, content management, serta distribusi informasi dan hiburan melalui berbagai platform.