Raditya Dika Bicara Keuangan: Santai, Bijak, dan Bebas FOMO
BANDUNG INSPIRA – Ini dia tips mengatur keuangan dari Raditya Dika, seorang komika sekaligus penulis buku. Dia menyampaikannya dalam talkshow bertajuk “Menghindari Budaya FOMO dalam Keuangan dengan Pendekatan YOLO yang Sehat dan Terencana”, yang digelar Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
Radit membuka pembicaraan dengan sebuah pengingat sederhana tapi kerap terlupakan: kenali pola pikir sendiri. Ia menyoroti jebakan self-serving bias, di mana seseorang selalu merasa salah bukan berasal dari dirinya.
“Kalau kita selalu merasa salahnya ada di luar diri kita, kita nggak akan pernah bisa berkembang. Padahal, kalau kita mau jujur sama diri sendiri, kita bisa berpikir, ‘Pemasukan saya cuma segini, berarti berapa yang harus disisihkan?’” kata Radit, seperti dikutip dari laman resmi UGM, Kamis (14/8/2025).
Selanjutnya, dia mengajak generasi muda memahami opportunity cost. Setiap pilihan memiliki konsekuensi, termasuk apa yang dilepas. Radit memberi contoh sederhana, tapi mengena: uang 50 ribu yang dipakai untuk membeli hal tak terlalu dibutuhkan, bisa ditabung untuk masa depan.
“Saya pribadi, kalau ingin beli barang, sering saya ‘bawa tidur’ dulu. Besoknya keinginan itu hilang, dan akhirnya tidak jadi beli,” ujarnya, yang memancing gelak tawa audiens.
Tips ketiga dari Radit adalah membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan adalah sesuatu yang jika tidak terpenuhi akan mengganggu kehidupan, sementara keinginan kerap dipicu rasa ingin memiliki.
Ia juga menekankan pentingnya mencatat pengeluaran setiap hari. Bahkan, di keluarganya, praktik ini masih berjalan: “Setiap tanggal 28, istri saya kirim laporan pengeluaran. Jadi kita tahu posisi keuangan dan bisa membuat rencana, termasuk untuk pensiun,” ungkapnya.
Tak berhenti di situ, Radit menekankan perlunya menyiapkan dana darurat dan asuransi kesehatan sebelum mulai berinvestasi. Ia juga mendorong audiens untuk berinvestasi pada keterampilan terlebih dahulu.
“Investasi di skill itu penting. Misalnya ikut pelatihan, belajar komunikasi, atau keterampilan yang relevan dengan pekerjaan,” katanya.
Kepala Departemen Komunikasi AAJI, Karin Zulkarnaen, menambahkan harapannya: mahasiswa tidak hanya paham teknik mengatur keuangan, tetapi juga bisa memisahkan kebutuhan dan keinginan.
“Jadi tidak hanya hanyut dalam era konsumerisme, belanja karena ikut-ikutan, tapi benar-benar belanja karena itu betul-betul kebutuhan,” ujarnya. (Tim Berita Inspira)***
Keterangan foto:
Komika sekaligus penulis buku Raditya Dika. (Foto: ugm.ac.id)


