BANDUNG INSPIRA — Polisi telah menangkap seorang wanita berinisial HSL karena telah memiliki puluhan senjata api beserta amunisinya tanpa memiliki izin. Tersangka HSL diduga menyimpan senjata api tersebut untuk diperjualbelikan.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Jules Abraham Abast mengatakan, kasus tersebut terungkap setelah adanya informasi pengiriman senjata api dari Jakarta Utara ke Kota Bandung. Polisi pun kemudian menindaklanjuti informasi tersebut dan melacak pengiriman tersebut.
“Pada hari Senin 25 Maret di Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, telah diamankan saudari HSL yang menguasai, menyimpan, membawa, menyembunyikan senjata api dan amunisi tanpa izin,” kata Jules di Markas Polda Jawa Barat, Rabu (27/3/2024).
Sementara itu, Direktur Ditreskrimum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan mengatakan, senjata api tersebut dimiliki oleh PKL yang merupakan suami dari HSL. Sementara PKL saat ini masih menjalani hukuman penjara di Lapas Cipinang atas kasus kepemilikan senjata api.
“Penyimpanan dilakukan oleh istrinya. Tim kami belum menanyakan keterangan dari PKL tentang bagaimana senjata api ini bisa di ada tangan yang bersangkutan, karena PKL masih berada di LP Cipinang,” kata Surawan.
Dia mengatakan, pihak penyidik saat ini masih mendalami kasus tersebut. Dari pengakuan HSL kepada polisi, sebanyak dua pucuk senjata api laras pendek telah berhasil dijual.
“Kita masih menyelidiki siapa pembelinya. Kita juga masih melakukan pendalaman dari manaa asalnya, bagaimana senjata api itu bisa masuk ke sini, dan dijual ke mana saja. Saat penyelidikan, kita juga tidak menduga kalau senjata apinya bisa ditemukan sebanyak ini,” ucap Surawan.
Surawan mengatakan, senjata api yang ditemukan terdiri dari 27 pucuk senjata api laras panjang, 11 pucuk laras pendek dan, 9.673 butir peluru dengan berbagai kaliber. Puluhan senjata api tersebut juga merupakan buatan pabrik.
“Kalau dilihat dari merknya rata-rata pabrikan dan rata-rata buatan luar negeri,” ucap dia.
Polisi pun menjerat tersangka HSL dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang darurat nomor 12 tahun 1951. Tersangka juga terancam hukuman mati, seumur hidup, atau kurungan penjara maksimal 20 tahun.
(AP)