BANDUNG BARAT, INSPIRA – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah membayangi kalangan buruh sektor tambang, di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
PHK buruh sektor tambang dipicu belum keluarnya Izin Usaha Pertambangan (IUP) 13 perusahaan tambang di kawasan Citatah.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat mencatat ada 54 IUP perusahaan tambang di wilayah Provinsi Jabar yang dipastikan habis, pada tahun 2023 ini.
Aktivitas tambang oleh puluhan pengusaha ini terancam terhenti lantaran telah mengajukan dua kali perpanjangan IUP.
Ketua PC Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan SPSI KBB, Dadang Suhendar mengungkapkan di wilayah Padalarang hingga Cipatat tercatat ada sekitar 13 industri tambang tak bisa melakukan perpanjangan IUP.
Kondisi ini bakal berimbas pada penutupan aktivitas perusahaan dan gelombang PHK masal pelaku usaha sektor tambang.
“Pemerintah harus memikirkan nasib pekerja. Saya pikir ini akan menambah persoalan baru. Kalau perusahaan tutup, nanti mereka nanti makan dari mana,” kata Dadang, Rabu (13/5/2023).
Dari 13 industri tambang yang habis izin produksi tahun 2023, 4 di antaranya jatuh tempo bulan ini meliputi PT Gunung Padakasih, PT Gunung Kareta, PT Akarna Marindo, dan PT PKBI. Dari 4 perusahaan itu saja, ada 200 buruh tambang yang menggantungkan hidupnya.
Belum lagi buruh perusahaan di sektor hilir tambang yang mengandalkan bahan baku dari 4 perusahaan tersebut.
“Jadi total di empat industri ini ada 200 orang. Belum ditambah perusahaan hilirnya. Bisa capai 800 pekerja. Bayangkan kalau empat industri ini berhenti operasi, berarti seribuan buruh akan nganggur,” terang Dadang.
PC FSP SPSI KBB mendesak pemerintah daerah Bandung Barat dan Pemprov Jabar segera mencari jalan keluar untuk mencegah gelombang PHK.
Apalagi penyebab utama kejadian ini ada di sisi regulasi terkait izin tambang. Bukan karena perusahaan rugi.
“Penyebab utamanya kan regulasi perizinan dari pemerintah pusat hingga memberatkan pengusaha dan lebih memilih gulung tikar. Mereka gak memikirkan nasib buruhnya,” jelas Dadang.
Pemerintah Daerah dan Pemprov Jabar harus menyikapi persoalan ini secara serius. Karena ratusan buruh tidak memiliki alternatif profesi lain selain sektor tambang.
Idealnya mesti ada diskresi agar industri tetap berjalan untuk menyelamatkan ekonomi para pekerja.
“Kalau pemerintah diam saja. Kami siap unjuk rasa besar-besaran. Kami siap menginap dan bawa truk di Pemda, Pemprov hingga Dirjen Minerba kalau gak ada solusi,” tandasnya.
Terpisah, salah seorang pengusaha tambang Bandung Barat, Joni T mengaku hanya bisa pasrah lantaran hal itu sudah menjadi regulasi yang harus ditaati. Jika izin tambang tak bisa diperpanjang, dengan berat hati dirinya harus menutup industri dan merumahkan seluruh pegawainya.
“Pada prinsipnya kita ingin tetap bisa melaksanakan usaha. Tapi regulasi berkata lain. Maka dengan berat hati, kalau pemerintah maunya kita tutup, ya tutup,” tandasnya. *(juna)