BANDUNG INSPIRA – Pengiriman paket misterius yang diduga sebagai ancaman mengguncang dunia pers. Kali ini menimpa pada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana atau akrab disapa Cica. Ia menerima paket berisi kepala babi tanpa telinga.
Dewan Pers mengeluarkan Pernyataan Sikap pada Jumat (21/03/2025) atas teror yang diterima Cica. Pernyataan Sikap tersebut berisi tiga hal:
Pertama, tindakan tersebut merupakan bentuk nyata teror dan ancaman terhadap independensi serta kemerdekaan pers yang merupakan kedaulatan rakyat dan tercantum dalam Undang-Undang. Kedua, Dewan Pers mengutuk keras setiap bentuk teror dan dengan segala macam bentuknya terhadap jurnalis maupun perusahaan pers. Tindakan teror terhadap pers merupakan bentuk kekerasan dan premanisme. Ketiga, wartawan dan media massa bisa saja dalam menjalankan tugas melakukan kesalahan.. Namun, melakukan teror terhadap jurnalis merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan, sekaligus melanggar hak asasi manusia. Jika ada pihak yang berkeberatan atas kesalahan para wartawan atau produk jurnalistiknya, bisa ditempuh hak jawab dan hak koreksi sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
“Dewan pers meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas pelaku teror. Karena jika dibiarkan ancaman dan teror seperti ini akan terus berulang. Pada pukul 10 tadi KKJ dan Tempo sudah melakukan pelaporan ke Polri. Dewan Pers juga mengimbau agar semua pihak tidak lagi menggunakan cara yang tidak beradab dalam mengajukan keberatan atas pemberitaan yang dihasilkan pers,” tegas Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.
Sebelumnya, paket tersebut pertama kali diterima oleh satuan pengamanan Tempo pada Rabu (19/03/2025), sekitar pukul 16.15 WIB. Paket tersebut dibungkus dalam kotak kardus berlapis styrofoam. Dalam rekaman CCTV, pengirim mengendarai motor matic putih, mengenakan jaket hitam, celana jeans, dan helm ojek online.
Paket tersebut sampai ke tangan Cica pada Kamis (20/03/2025), pukul 15.00 WIB. Cica baru kembali dari tugas liputan bersama rekannya, Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran. Hussein sempat curiga terhadap paket tersebut karena tidak mencantumkan nama pengirim. Ketika Hussein membukanya, bau busuk yang menyengat tercium.
Setelah kardus dibuka sepenuhnya, terlihat kepala babi dengan kedua telinganya terpotong dan masih berlumuran darah. Kejadian ini kemudian ramai diperbincangkan diduga bukan hanya bentuk ancaman personal, tetapi juga pesan untuk membungkam kebebasan pers.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers juga mengecam keras aksi teror tersebut. Mereka menilai insiden ini sebagai upaya mengintimidasi jurnalis dan menghalangi kebebasan pers di Indonesia. AJI dan LBH Pers kemudian mengeluarkan beberapa tuntutan sebagai respons terhadap kejadian ini:
1. Mendesak kepolisian untuk mengusut, membongkar, dan mengadili dalang dari perilaku intimidasi kepada FCR selalu jurnalis dan host siniar Bocor Alus Politik Tempo. kemudian mengecam aksi intimidasi oleh siapapun yang menjadi dalang di belakangnya yang melakukan penghalang-halangan kinerja jurnalistik.
2. Mendesak Kepolisian untuk menangkap pelaku intimidasi dan dijerat dengan delik pidana, Pasal 18 ayat (1) UU Pers No 40 Tahun 1999 karena telah melakukan penghalang-halangan terhadap proses kerja jurnalistik.
3. Mendesak Dewan Pers untuk menerjunkan Satgas anti-Kekerasan guna memastikan kepolisian mengusut kasus ini dengan tuntas. Dewan Pers juga perlu memantau dan menuntaskan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis yang selama ini luput dalam pendataan.
4. Jurnalis melakukan kerja-kerja pers sebagai bentuk check and balances serta pengimplementasian tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi. Segala bentuk intimidasi dan ancaman yang dilakukan merupakan bentuk penghalang-halangan kerja pers yang dapat berakibat pada terlanggarnya hak atas jaminan rasa aman bagi jurnalis serta terlanggarnya hak publik atas informasi.
Sementara itu, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) kemudian membuat laporan ke Bareskrim Polri, Jakarta pada Jumat (21/03/2025). Erick Tanjung, Koordinator KKJ menyebut bahwa pengiriman paket ini dicurigai sebagai teror, sebagai simbol ancaman pembunuhan. Turut hadir dalam pelaporan ini, Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra dan perwakilan Tim Legal Tempo Alberto Eka.
“Jadi poinnya adalah serangan ini atau teror ini merupakan ancaman terhadap kerja-kerja jurnalistik Tempo. Jadi bisa kita pastikan ini bukan serangan ke individu, tapi adalah serangan terhadap kerja jurnalistik, serangan terhadap pers. Ini tentu menjadi ancaman kemerdekaan pers,” papar Erick.
Namun, lain dengan yang lain, Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi justru menganggap ini bukanlah ancaman dan mempertanyakan apakah memang benar seperti itu atau hanya sekadar lelucon. Ia juga tidak ingin pemerintah dikait-kaitkan terhadap kejadian tersebut.
Jika bentuk ancaman terhadap jurnalis dibiarkan tanpa penyelesaian hukum yang tegas, iklim demokrasi yang sehat akan semakin terancam. AJI dan LBH Pers dalam keterangannya menyebut bahwa teror ini dimaknai sebagai serangan dan ancaman bagi kepentingan publik. (Rifqi Sibyan Kamil)**