BANDUNG INSPIRA – Fatherless atau father absence adalah kondisi dimana tidak ada figur ayah dalam pengasuhan anak. Kondisi fatherless ini berbeda dengan kehilangan ayah karena meninggal atau disebut juga yatim, fatherless lebih mengacu pasa kondisi seorang ayah yang tidak memiliki hubungan dekat dengan anaknya karena situasi dan kondisi tertentu sehingga sang ayah tidak dapat mendampingi baik secara fisik maupun psikologis perkembangan anak.
Meskipun terdengar asing, ternyata fenomena fatherless cukup umum terjadi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan masyarakat di Indonesia yang kurang melibatkan sosok ayah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari anak di rumah.
Melansir Association of Child Psychotherapy, sosok ayah memberikan kontribusi vital bagi perkembangan emosional anak. Peran ayah dalam keluarga sangat berdampak pada perkembangan emosional dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Ayah berperan penting dalam membentuk identitas anak, memberikan rasa aman dan perlindungan, serta menjadi contoh yang kuat dalam nilai-nilai moral dan etika diantaranya dalam pengembangan kemandirian dan kepercayaan diri.
Selain itu, peran ayah dalam membentuk hubungan sosial juga tidak kalah penting. Ayah dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosial seperti berinteraksi dengan orang lain, bekerja dalam tim, dan belajar mengelola emosi. Ayah juga dapat menjadi perantara antara anak dan dunia luar dan mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Dengan keterlibatan ayah yang baik dalam pola mengasuh anak, anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Fatherless dapat disebabkan oleh perceraian orangtua yang berdampak pada kurangnya kesempatan berkomunikasi antara ayah dengan anak, dan adanya pola asuh yang patriarki. Pola patriarki yang sangat kental di Indonesia menjadi faktor utama meningkatnya kasus fatherless. Dalam pola ini, peran ayah sering dianggap lebih fokus dalam pencarian nafkah, sementara peran dalam pengasuhan anak sering diabaikan. Pemahaman keliru ini sudah mengakar kuat di masyarakat Indonesia.
Dampak yang terjadi pada anak-anak yang tidak memiliki figur ayah dapat terasa tidak hanya pada masa kecil, tetapi juga berlanjut hingga masa dewasa. Beberapa konsekuensi dari ketiadaan figur ayah yang perlu dipahami yaitu penurunan harga diri atau self-esteem anak ketika mencapai usia dewasa. Hal ini dapat disebabkan oleh perasaan kurangnya pengakuan atau dukungan dari seorang ayah yang dapat memengaruhi cara anak memandang diri mereka sendiri. Sang anak akan merasa tidak berharga dan meragukan kemampuan mereka.
Dampak lain yang dialami anak akibat fatherless yaitu munculnya perasaan kemarahan atau anger. Ketidakhadiran ayah juga dapat menciptakan perasaan kemarahan atau anger. Anak mungkin merasa marah karena merasa ditinggalkan atau tidak memiliki figur ayah yang dapat mendukung dan melindungi mereka. Selain itu, anak mungkin merasa marah karena kesulitan dalam memahami allasan dibalik ketidakhadiran ayah mereka. Pada akhirnya menimbulkan perasaan bingung dan frustasi. Perasaan inilah yang dapat berdampak pada kesehatan psikologis anak. (Tina)**