Bandung Inspira – Bali memang menjadi salah satu tujuan pariwisata yang sangat diminati oleh wisatawan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, dan seringkali menjadi tempat yang penuh dengan kunjungan yang ramai.
Namun, sangat disayangkan bahwa saat ini hanya terdapat dua alternatif jalur yang dapat digunakan untuk mencapai Pulau Bali. Jalur pertama adalah melalui transportasi udara, dengan menggunakan pesawat, sementara jalur kedua yaitu melalui perjalanan laut yang menggunakan kapal laut. Sayangnya, hingga saat ini pilihan jalur darat yang secara fisik menghubungkan pulau-pulau di Indonesia belum dibuat oleh pemerintah.
Lantas, mengapa tidak ada jembatan dari Jawa ke Bali? berikut penjelasannya.
Secara geografis, posisi antara Pulau Jawa dan Pulau Bali sangat dekat. Jarak antara Pelabuhan Ketapang dan Pelabuhan Gilimanuk di Bali hanya sekitar 5 km. Namun, mengapa pemerintah tidak membangun jembatan untuk menghubungkan dua pulau ini?
Pada tahun 1960, seorang guru besar di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang bernama Prof. Dr.(HC) Ir. Sedyatmo (alm) mengusulkan gagasan jembatan ini. Bahkan, telah diberikan suatu identifikasi dengan memberikan nama khusus untuk jembatan tersebut, yakni Jembatan Tri Nusa Bima Sakti.
Penamaan ini juga sejalan dengan tujuan pembuatan jembatan tersebut, yang bertujuan untuk menghubungkan secara fisik tiga pulau itu, yakni Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau Bali.
Namun gagasan itu ditolak dari banyak tokoh masyarakat Bali ketika itu.
I Komang Arsana, yang menjabat sebagai Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) di Jembrana, memberikan reaksi tegas dan dengan suara lantang untuk menolak gagasan tentang pembangunan jembatan yang akan menghubungkan Pulau Jawa dan Bali.
Ternyata, bukan masalah dana yang menjadi jawabannya, melainkan terdapat alasan lain yang berkaitan dengan mitologi Hindu.
Sebenarnya apa saja alasan dasar penolakan ini? Berikut alasan-alasan yang membuat gagasan jembatan ini ditolak.
- Menurut mitologi Dang Hyang Sidhimantra, bahwa Pulau Bali sengaja dipisahkan dari Pulau Jawa oleh laut, tujuannya adalah untuk menyaring dampak negatif dari luar Pulau Bali dan memberikan kemudahan dalam pengawasan terhadap Pulau Bali.
- Secara faktor agama dan budaya, rencana ini akan bertentangan dengan ajaran umat Hindu yang melarang ketinggian manusia dan bangunan melebihi tinggi tempat ibadah umat Hindu.
- Secara geografis selat Bali yang dikelilingi Laut Jawa (di Utara) dan Samudra Hindia (di Selatan) menyebabkan tingginya arus ombak dan volume air yang melintasi Selat tersebut.
- Serta mengantisipasi ledakan jumlah penduduk dan tingkat kriminalitas.
Penting untuk mempertimbangkan semua faktor ini dengan cermat dalam merumuskan kebijakan dan proyek infrastruktur yang berkaitan dengan konektivitas antara Pulau Jawa dan Bali. Keputusan mengenai pembangunan jembatan ini haruslah didasarkan pada pemahaman yang komprehensif tentang aspek teknis, ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, serta melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat. (YUNDA)**