Masjid Sebagai Cahaya Literasi: Kemenag Buka Program Bantuan Operasional Perpustakaan
BANDUNG INSPIRA – Di banyak masjid, ruang kecil di sudut bangunan sering kali diisi rak kayu dengan beberapa kitab kuning, mushaf Al-Qur’an, dan buku-buku lama yang jarang tersentuh. Ruang itu bernama perpustakaan masjid —sebuah fasilitas yang seharusnya hidup, tapi di banyak tempat justru terabaikan.
Kementerian Agama (Kemenag) mencoba menghidupkan kembali denyut literasi di rumah ibadah. Mulai 2 hingga 30 September 2025, Kemenag membuka pendaftaran Bantuan Operasional Perpustakaan Masjid 2025. Program ini dirancang agar masjid tak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat pembelajaran dan literasi masyarakat.
“Perpustakaan masjid adalah jantung pembelajaran. Dengan bantuan ini, kami ingin memperkuat fungsi masjid sebagai pusat informasi dan edukasi keagamaan yang meningkatkan kualitas umat,” kata Arsad Hidayat, Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kemenag, seperti dikutip dari InfoPublik, Senin (8/9/2025).
Bantuan diberikan dalam bentuk dana tunai. Pengurus bisa menggunakannya untuk membeli koleksi buku baru, menyediakan komputer, meubeuler, internet, hingga pendingin ruangan. Semua itu diharapkan membuat perpustakaan masjid lebih nyaman dan menarik, termasuk bagi anak-anak dan remaja.
Tidak semua masjid bisa langsung menerima bantuan. Ada sejumlah persyaratan, mulai dari memiliki kepengurusan perpustakaan yang resmi, ruang perpustakaan aktif, layanan berjalan, hingga rekening bank atas nama perpustakaan masjid. Masjid juga harus terdaftar dalam platform ELIPSKI (Elektronik Literasi Pustaka Keagamaan Islam) dan memiliki ID resmi di SIMAS (Sistem Informasi Masjid).
Pengurus wajib mengajukan proposal yang mencakup surat permohonan, rekomendasi dari Kemenag setempat, rencana anggaran biaya, foto ruangan perpustakaan, dan buku rekening aktif. Proposal ini akan diverifikasi oleh operator ELIPSKI di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, yang juga akan mendampingi pengurus agar proses pengajuan berjalan lancar.
“Kami ingin memastikan tidak ada masjid yang kesulitan hanya karena faktor teknis. Pendampingan menjadi bagian penting dalam program ini,” tambah Arsad.
Kemenag menaruh perhatian khusus pada masjid di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Dengan fasilitas internet, perpustakaan di pelosok pun bisa terkoneksi dengan sumber bacaan digital, membuka jendela dunia bagi anak-anak yang jauh dari kota besar.
“Literasi tidak boleh berhenti di kota. Kita ingin anak-anak di pelosok juga punya kesempatan yang sama untuk belajar, membaca, dan berkembang,” tegas Arsad.
Lebih dari sekadar menambah buku, program ini bagian dari visi besar menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan berbasis literasi di masjid diyakini dapat memperkuat fondasi intelektual sekaligus spiritual generasi muda.
Bayangkan, seusai salat Magrib, sekelompok remaja tidak langsung pulang. Mereka duduk di perpustakaan masjid, membuka buku tentang sejarah Islam atau sains, lalu berdiskusi kecil. Di situlah literasi bertemu religiusitas—membentuk generasi yang cerdas, kritis, sekaligus berakhlak.
“Jangan lewatkan kesempatan ini. Bantuan ini bukan hanya soal dana, tetapi komitmen bersama menjadikan masjid pusat pembelajaran umat,” tutup Arsad.
Dari ruang sederhana di sudut masjid, literasi bisa tumbuh. Dari rak-rak buku yang hidup kembali, pengetahuan bisa menjadi cahaya yang menerangi umat. (Tim Berita Inspira) **
Keterangan Foto:
Perpustakaan Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Solo, Solo, Jawa Tengah. (Foto: InfoPublik)


