Mang Yana, Sang Dirigen: Persib Sudah Jadi ‘Agama Kedua’
BANDUNG INSPIRA – Sosok pria yang satu ini pantas disebut sebagai ikon bobotoh. Dalam setiap laga Persib, dia kerap berdiri tegak di atas pagar tribun stadion.
Tangannya mengayun memberi aba-aba, suaranya lantang menyanyikan yel-yel Persib. Di bawah komandonya, ribuan bobotoh kompak mengikuti setiap gerakan, suara mereka menyatu di tengah riuh pertandingan.
Ya, dialah Yana Umar, dirigen Viking Persib Club, yang sejak 1990-an menjadi motor semangat di balik gemuruh Stadion Siliwangi, si Jalak Harupat, hingga GBLA. Bagi sebagian orang, Mang Yana -begitu dia biasa disapa, hanyalah pria kelahiran Bandung yang sederhana. Tapi begitu berdiri di tribun, ia mampu mengubah ribuan bobotoh menjadi paduan suara raksasa yang menyanyikan cinta pada Persib.
Pria bernama lengkap Mulyana itu memang tumbuh dalam atmosfer biru yang kental. Seperti banyak anak-anak Bandung pada masanya, Mang Yana tak bisa lepas dari pesona Persib.
Sejak kecil, kedua orang tuanya kerap mengajaknya menonton langsung ke Stadion Siliwangi. Mang Yana pun menyebut Persib bukan sekadar tim sepak bola, tapi budaya, warisan turun-temurun yang melekat sejak kecil.
“Dari bapak sudah suka Persib,” kenangnya. Sejak diajak sang ayah menonton ke Stadion Siliwangi pada 1985, atmosfer biru-putih tak pernah lepas dari hidupnya.
Saat itu ia masih bocah, duduk di tribun sambil menyaksikan aksi pemain legendaris Persib, termasuk Kang Wawan Karnawan yang akrab dijuluki Wawan ‘si beton’. “Waktu itu saya diajak ke stadion, lihat langsung. Rasanya beda. Dari situ semakin suka,” ujarnya.
Memasuki 1990-an, cintanya pada Persib makin serius. Ia mulai menonton bersama teman-teman. Hingga suatu hari ketika Persib bertanding melawan Persiku Kudus, Mang Yana bertemu sejumlah tokoh yang kelak menjadi perintis komunitas suporter. Dari sanalah, tonggak sejarah Viking Persib Club dimulai, hingga menjadi komunitas suporter Persib terbesar.
“Waktu itu penonton sepi banget, bisa dihitung. Terus ada Kang Heru Joko, ada Kang Ayi, tetangga saya. Akhirnya saya ikut gabung. Tahun 1992 mulai ikut, 1993 baru ada nama Viking,” kisahnya.
Nama Viking, lanjut Mang Yana, lahir dari obrolan sederhana. Ada beberapa opsi, tapi akhirnya Viking dipilih. “Viking itu pantang mundur, nggak gentar. Cocok sama Persib. Bukan soal simbolnya, tapi filosofinya,” jelasnya.
Peran awal Mang Yana saat bergabung bersama Viking Persib Club sederhana: penabuh drum di tribun. Bersama seorang rekan, ia mengiringi nyanyian bobotoh. Namun, pada 1996, sebuah insiden mengubah segalanya.
Dia mendadak diminta menjadi dirigen Viking, karena teman yang biasa memimpin yel-yel bobotoh itu cedera. Sejak saat itulah, Mang Yana didapuk menjadi dirigen Viking. Sempat nonaktif pada 2018 karena penyegaran, teman-teman Viking kembali memintanya turun tangan.
Dari obrolan kecil di awal 1990-an, Viking Persib Club kini berkembang menjadi komunitas besar dengan anggota resmi lebih dari 20 ribu, belum termasuk simpatisan dan bobotoh independen. Mang Yana pun mengaku bangga dengan pencapaian tersebut.
Namun yang paling disyukuri dari keterlibatannya di Viking Persib Club adalah silaturahmi. Rasa kekeluargaan yang kuat, membuat Mang Yana memiliki banyak teman, dari Bandung, hingga luar negeri.
“Rasanya bangga, luar biasa. Tapi yang paling saya syukuri itu silaturahmi. Dari urusan kecil kayak habis bensin sampai ban motor bocor, selalu ada teman yang bantu. Itu yang bikin kuat,” tutur Mang Yana.
Banyak kenangan Mang Yana bersama Viking, salah satunya perjalanan ke Medan pada 2001. Bagi Mang Yana, berangkat pertama kali ke Medan naik kapal laut adalah pengalaman yang luar biasa.
Momen pribadi pun tak kalah unik. Pada hari pernikahannya di tahun yang sama, Persib justru bertanding. Satu jam setelah akad nikah, Mang Yana langsung kabur ke stadion, menyaksikan Maung Bandung bertanding.
“Jam 12 siang akad, jam 1 saya kabur ke stadion,” katanya sambil tertawa. Ia sudah memberi syarat kepada istrinya sejak awal. “Kalau nikah sama saya, berarti harus siap dengan risiko. Jangan larang saya nonton Persib. Itu sudah komitmen,” tegasnya.
Popularitas Viking membuat Mang Yana beberapa kali ditawari masuk dunia politik, bahkan dijanjikan modal miliaran rupiah. Namun semua ia tolak. Mang Yana memilih tetap menjadi dirigen Persib.
Dia mengaku tak mau terlibat dengan urusan politik karena takut korupsi. Bahkan ketika ada spanduk “Yana Wali Kota Bandung” yang dibentangkan bobotoh, ia hanya menanggapinya sebagai guyonan.
“Saya orang kecil. Kalau masuk DPRD, takutnya jadi korupsi. Mending jadi dirigen aja, lebih jujur. Dari dulu sampai sekarang, saya nggak ada niat ke politik,” katanya.
Bagi Mang Yana, Persib adalah cinta seumur hidup. Ia menyebutnya sebagai “agama kedua”. Setiap menanti Persib bertanding, Mang Yana merasa seperti menunggu Hari Raya Lebaran. Kecintaan itu ia wariskan kepada keluarga. Semua anaknya tumbuh dengan budaya mendukung Persib.
Kini, Mang Yana sudah menjadi senior di keluarga Viking. Dia pun berharap Viking tetap menjadi penengah di tengah banyaknya komunitas suporter baru.
Hampir empat dekade ia mengabdikan diri sebagai bobotoh. Dari tribun Siliwangi yang sederhana hingga stadion-stadion megah di luar Jawa, Mang Yana tetap setia. Di balik suara lantangnya, Mang Yana selalu percaya bahwa dukungan bobotoh bukan hanya soal nyanyian, tapi juga menjaga kebersamaan.
Selama nyala biru masih ada di tribun, selama bobotoh masih bernapas untuk Persib, Mang Yana akan tetap berdiri di sana, memimpin, menyatukan, dan menjaga api cinta itu tetap menyala. (Tim Berita Inspira) **
Keterangan Foto:
Yana Umar menceritakan awal berdirinya Viking Persib Club hingga menjadi bagian yang tak bisa terpisahkan dari Persib. (Foto: Bambang Prasetyo)


