BANDUNG INSPIRA – Atraksi politik para elite yang mencoba melanggengkan kekuasaan membuat iklim demokrasi Indonesia saat ini berjalan mundur. Terlebih, upaya tersebut dilakukan bukan untuk kemaslahatan atau kesejahteraan rakyat.
Atas dasar itu, sejumlah aktivis lintas generasi di Kota Bandung berkumpul melakukan konsolidasi untuk merespons persoalan tersebut. Mereka ingin agar iklim demokrasi di Tanah Air berjalan baik dan sehat.
Ketua Pengurus Pusat Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) Yhodisman Sorata menerangkan, upaya untuk melanggengkan kekuasaan kian terlihat jelang Pemilu 2024. Para elite bahkan secara vulgar melakukan penjegalan terhadap sosok yang berseberangan.
“Kita lihat penguasa saat ini yang ditopang segelintir elite, oligarki berupaya melanggengkan kekuasaan. Saya kira ini model-model demokrasi tidak sehat,” ujar Yhodisman di sela diskusi bertajuk Demi Ibu Pertiwi: Meluruskan Jalan Demokrasi, Saatnya Menuju Perubahan, di Mabes Rakyat Bandung, Minggu (10/9).
“Kemudian upaya-upaya menjegal calon-calon tertentu dengan cara-cara tidak elok terus dilakukan, dan menurut kami masyarakat sipil, mantan-mantan aktivis, ini sangat mengganggu,” imbuhnya.
Melalui diskusi tersebut, pihaknya mengajak para aktivis lintas generasi, baik yang berada di lingkaran partai politik (parpol) maupun non-parpol menyamakan persepsi. Sehingga, harapan mewujudkan demokrasi sehat bisa tercapai.
“Ini salah satu poin penting yang kita perjuangkan, demokrasi harus sehat, demokrasi harus berpihak pada rakyat. Elit mau majukan siapapun silakan, tapi kita bisa lihat dengan mata telanjang, harusnya nggak begini cara berdemokrasi di republik ini,” ujarnya.
Senada, Presidium Aliansi Nasional Aktivis 98 untuk Anies-Muhaimin (AMIN 98) menyoroti pemanggilan yang dilakukan KPK terhadap Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atas dugaan korupsi pada 2012 silam. Baginya, pemanggilan tersebut cenderung politis karena dilakukan menjelang Pilpres 2024.
“Ini menjadi contoh kemunduran demokrasi dan mudah-mudahan tidak terjadi di masa depan. Kami tidak ingin penggunaan alat-alat kekuasaan untuk menjegal siapapun yang dianggap berseberangan,” tegas Andreas.
Maka dari itu, Andreas mengatakan, diskusi tersebut bukan hanya pemantik bagi para aktivis untuk membuat perubahan. Namun juga sarana konsolidasi para aktivis yang memiliki kesamaan preferensi politik, yakni mendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar di Pilpres 2024.
“Karena kami berlatar belakang aktivis, Gus Muhaimin berlatar belakang aktivis, lalu Anies Baswedan juga berlatar belakang aktivis, ada satu konklusi yang kami berikan, yakni aktivis yang memilih aktivis dan kemudian menjadi awal konsolidasi kami-kami sekarang,” terangnya.
Di tempat sama, Ketua DPW PKB Jabar, Syaiful Huda yang hadir sebagai narasumber mengungkapkan, indeks demokrasi Indonesia terus menurun. Salah satu indikatornya adalah melemahnya kegiatan civil society hingga persekusi kepada pihak yang dianggap vokal.
“Aktor-aktor demokrasi kita tidak dapat panggung yang sesungguhnya. Orang baru beropini dianggap sudah bersikap,” beber Huda.
Menurut Huda, persoalan tersebut kian rumit seiring terbitnya regulasi yang mencederai demokrasi, seperti keberadaan UU ITE. Karenanya, ia sangat mendukung aturan tersebut direvisi, khususnya kaitan pasal-pasal karet karena mengancam demokrasi.
“Itu (UU ITE) tidak sehat bagi demokrasi kita. Jadi saya kira memang perlu direvisi, supata indeks demokrasi kita semakin baik ke depan. Komitmen itu sudah ada di pasangan AMIN ini,” kata dia. *(roska)