BANDUNG INSPIRA – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Negara Arab yang diselenggarakan di Kairo, Mesir pada Selasa (04/03/2025) menghasilkan sejumlah kesepakatan mengenai konflik Palestina oleh Israel.
Mesir selaku tuan rumah mengusulkan adanya rencana rekonstruksi di Jalur Gaza. Hal ini kemudian disepakati oleh para pemimpin negara Arab. Mereka mendukung rencana tersebut untuk membangun ulang Jalur Gaza yang telah rusak di bawah pemerintahan Palestina.
Dalam KTT tersebut juga menyatakan penolakan keras para pemimpin negara Arab terhadap gagasan merelokasi warga Palestina. Gagasan tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan perampasan hak mereka sebagai warga negara. Merelokasi warga Palestina tidak dapat diterima dengan alasan apapun.
KTT Arab menunjuk komite hukum yang akan mempelajari dan mengevaluasi mengenai pengusiran warga Palestina dari tanah airnya sebagai bagian dari kejahatan genosida. Selain komite hukum, Mesir juga bekerja sama dengan Palestina membentuk komite administratif yang akan mengelola Gaza dan mengawasi bantuan kemanusiaan sembari menunggu persiapan kembalinya otoritas Palestina.
“Disepakati nama-nama Komite sementara akan mengelola Gaza, dan pada saat yang sama memberdayakan otoritas Palestina untuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Komite ini bersifat non-partisan dan tidak berasal dari faksi manapun,” ungkap Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty.
Kesepakatan ini menargetkan dukungan sebesar US$53 miliar atau sekitar Rp870 triliun untuk rekonstruksi Jalur Gaza. Hal ini juga dianggap sebagai penolakan terhadap usulan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang sebelumnya pernah menyatakan ingin merelokasi warga Gaza.
Sementara itu, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menyambut rencana yang telah disepakati para pemimpin Arab tersebut. Ia berharap relokasi Jalur Gaza dapat terealisasikan tanpa harus merelokasi warganya.
Gencatan senjata tahap pertama telah dilaksanakan sejak 19 Januari 2025. Namun, Israel sempat menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Hal ini juga menjadi salah satu topik yang dibahas dalam KTT pemimpin Arab tersebut. Mereka menyatakan hal tersebut adalah pelanggaran terhadap perjanjian gencatan senjata, hukum internasional, dan hukum humaniter internasional. (Rifqi Sibyan Kamil)**