BANDUNG INSPIRA – Penggeledah Rumah Sekertaris Jendral PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdasarkan kebutuhan penyidik. Hal ini disampaikan oleh juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan serta menggelak tudingan bahwa tindakan tersebut dilakukan terlambat.
“Kegiatan penggeledahan, penyitaan, dan lain-lain bergantung pada kebutuhan pemenuhan unsur perkara yang ditangani. Jadi penyidiklah yang memiliki penilaian, khususnya kapan dan dimana penggeledahan dilakukan,” ujar Tessa pada Selasa (7/1/2025) seperti dilansir Liputan 6.
Tessa juga menanggapi opini tentang KPK terlambat melakukan penggeledahan di rumah Hasto. Lantaran Hasto telah ditetapkan sebagi tersangka pada 24 Desember 2024, akan tetapi penggeledahan yang baru dilaksanakan pada tanggal 7 Januari 2025.
“Masalah penilaian apakah itu terlambat atau tidak, kami tidak bisa melarang pihak luar untuk berpikir seperti itu,” tambahnya.
Ia juga membatah anggapan mengenai penggeledahan rumah Hasto Kristiyanto merupakan pengalihan isu terhadap peristiwa lain yang sedang ramai dibahas oleh media. “Ada pihak-pihak yang merasa bahwa kegiatan ini adalah pengalihan isu untuk isu-isu lain yang sedang hangat. Itu mari kita biarkan berada di ruang publik,” jelasnya.
Tim penyidik KPK menggeledah rumah Hasto berlokasi di Bekasi, Jawa Barat. Penggeledahan terjadi kurang lebih empat jam sebagai bagian dari penyelidikan kaus suap yang menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Daerah Pemilihan Sumatra Selatan I.
Pada Selasa (24/12/2024), KPK menetapkan dua tersangka baru dalam kasus Harun Masiku, yakni Hasto Kristiyanto dan Advokat Donny Tri Istiqomah. Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan Hasto menggatur dan mengendalikan Donny untuk bekerjasama anggota KPU Wahyu Setiawan agar menetapkan Harun menjadi calon terpilih.
“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019 hingga 23 Desember 2019,” ujar Setyo.
Selain suap, Hasto juga ditetapkan sebagi tersangka kasus Obstruction Of Justice atau perintangan penyidikan. Tidakan yang dilakukan oleh Hasto memerintahkan saksi untuk menghilangkan barang bukti seperti ponsel dan mengarahkan saksi untuk memberikan keterangan palsu kepada penyidik KPK.
Dalam kasus Harun Masiku sendiri ditetapkan sebagai tersangka sejak 17 Januari 2020 dan masuk kedalam daftar pencarian orang (DPO) karena selalu absen saat dipanggil oleh KPK. Harun juga memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, tentang anggota KPU periode 2017-2022 yang kini sedang menjalani bebas tanpa bersyarat setelah dihukum tujuh tahun dipenjara.
KPK terus berkomitmen dalam menuntaskan kasus ini, meskipun menghadapi berbagai tantangan dan opini publik. Sementara itu, Masyarakat menantikan perkembangan lebih lanjut terkait penyidikan terhadap Hasto Kristiyanto dan pihak-pihak lainnya mengenai kasus ini.(Dista Amelia)**