Kemenhut Siapkan Peraturan Turunan untuk Perkuat Tata Kelola Karbon
BANDUNG INSPIRA – Kementerian Kehutanan (Kemenhut) berkomitmen penuh memperkuat tata kelola perdagangan karbon di sektor kehutanan untuk memastikan implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) berjalan integritas, transparan, dan efektif. Upaya ini disampaikan oleh Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki di COP30 UNFCCC, Belem, Brasil (10/11/2025).
Wamenhut Rohmat Marzuki mengumumkan bahwa Kemenhut tengah menyiapkan empat peraturan turunan untuk memperkuat tata kelola pasar karbon, yang akan menjadi landasan hukum yang kokoh:
1. Revisi Permen 7/2023 tentang tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan.
2. Revisi Permen 8/2021 tentang zonasi hutan, rencana pengelolaan hutan, dan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan lindung dan produksi.
3. ​Revisi Permen 9/2021 terkait pengelolaan Perhutanan Sosial.
4. Penyusunan peraturan baru tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi.
Penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) No. 110/2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) menjadi tonggak penting yang menegaskan peran strategis Indonesia sebagai penyedia kredit karbon berintegritas tinggi. Perpres ini memastikan manfaat pasar karbon dirasakan masyarakat, terutama melalui Perhutanan Sosial dan rehabilitasi lahan.
Pada Oktober 2025, Kemenhut menandatangani Nota Kesepahaman dengan International Emission Trading Association (IETA) untuk meningkatkan kapasitas, pertukaran pengetahuan, dan memperluas partisipasi sektor swasta dalam pasar karbon.
Upaya ini selaras dengan Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya pilar ketahanan pangan dan pengelolaan lingkungan, dengan arah pembangunan kehutanan yang fokus pada reformasi kelembagaan dan modernisasi tata kelola.
Kemenhut menggerakkan lima program unggulan untuk mentransformasi sektor kehutanan:
1. Digitalisasi layanan guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
2. Pengelolaan hutan yang adil (pengakuan hutan adat dan berbasis masyarakat).
3. ​Optimalisasi hasil hutan bukan kayu (agroforestri).
4. penguatan konservasi untuk menjaga fungsi hutan sebagai paru-paru dunia.
5. kebijakan satu peta untuk mengurangi konflik lahan dan memperkuat kepastian hukum.
Transformasi kebijakan ini menghasilkan capaian signifikan:
1. Penurunan drastis luas kebakaran hutan dari 2,6 juta hektare (2015) menjadi sekitar 213 ribu hektare (2025).
2. Modernisasi 57 taman nasional dengan sistem pemantauan digital.
Kemenhut juga mendorong proyek restorasi hutan skala besar:
1. Proyek restorasi besar, seperti kemitraan USD 150 juta di TN Way Kambas dan Inisiatif Konservasi Gajah Peusangan di Aceh.
2. Multi Usaha Kehutanan (MUK) menciptakan lebih dari 240.000 lapangan kerja hijau (madu, rotan, bioenergi).
3. Perhutanan Sosial mencapai 8,4 juta hektare, melibatkan 1,4 juta rumah tangga, dan didukung oleh OJK melalui Taksonomi Hijau Nasional.
4. ​Pengakuan 70.688 hektare hutan adat, dengan target 1,4 juta hektare pada 2029.
Wamenhut menekankan bahwa keberhasilan iklim bergantung pada kolaborasi. Indonesia siap menjadi pusat pasar karbon global (“Indonesia: From Rainforest to Global Carbon Hub and Marketplace”) yang menyediakan kredit berkualitas tinggi yang mendukung ambisi iklim dunia sekaligus menumbuhkan kemakmuran masyarakat lokal.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, turut mendampingi Utusan Khusus Presiden Hashim Djojohadikusumo di COP30, menegaskan kesiapan Indonesia dalam perdagangan karbon internasional. (Himaya)**
Foto: Instagram @kemenhut


