“Wake Up !“ Kelompok musik Saratuspersen berteriak kembali di penghujung tahun 2022 ini setelah sekian lama tertidur. Mini konser yang digelar bertajuk “Saratuspersen Combo Harmonic”, diawali dengan launching video klip kampus biru.
Dalam gelaran ini Saratuspersen menyajikan pertunjukan musik yang di arrange sebagai sajian music inmate, dibalut dengan komposisi string second dan alat musik tradisional nusantara lainnya seperti angklung yang sekaligus akan menghadirkan seorang player angklung yang sedang viral mansyur angklung yang akan mengajak para audiens bisa menikmati kekayaan khazanah music nusantara yang dihantarkan ke trend music kekinian, dibumbui dengan sesi berbagi cerita kisah, dan pengalaman Saratuspersen sendiri yang dibalut secara interaktif dengan audiens dan sekaligus bias interaktif.
Adapun karya-karya yang akan disajikan dalam gelaran mini konser Saratuspersen combo harmonic ini akan dibagi menjadi dua sesi yakni sesi instrumental dan sesi vocal.
Saratus Persen
Perkembangan musik kolaborasi atau yang biasa disapa dengan islah “world music” saat ini mulai diminati dan diperbincangkan, meskipun masih tergolong minoritas. Namun semakin banyak saja kreator musik, penikmat musik, event organizer, dan instansi-instansi dalam dan luar negeri menggandeng musik jenis ini untuk ditampilkan pada kalender event nya.
Beberapa alasan masuk akal yaitu, mungkin selain karena unik dan memberikan warna yang berbeda, juga karena musik kolaborasi gamelan pada masa sekarang ini memang sudah sangat jauh berkembang dalam eksplorasinya dan dak lagi bersifat segmented dalam acara-acara tertentu saja seper pagelaran atau festival. Seperti grup musik etnik kolaborasi yang tergabung dalam saratuspersen ini, band asal Bandung yang selain memang unik, tetapi juga cukup menyegarkan mata dan telinga bagi sebagian penikmat musik yang mungkin menginginkan suasana berbeda.
Saratuspersen adalah kelompok musik kolaborasi multietnik yang menggunakan gaya dan genre musik Timur dan Barat secara umum yang merepresentasikan semangat pluralisme dan universalisme. Saratuspersen dikelompokkan juga sebagai kelompok world music karena di dalamnya merepresentasikan aspek-aspek dari pelbagai musik etnik tetapi dengan konsep yang berbeda sehingga menghasilkan musik ‘baru’.
Nama “saratuspersen” adalah nama dalam bahasa Sunda, yang dalam bahasa Indonesia sama dengan seratuspersen atau one hundred percent dalam bahasa inggris. Nama tersebut diambil dengan dasar filosofis konsep totalitas. Kelompok world music saratuspersen awal didirikan pada 15 Desember 1999, oleh 2 mahasiswa di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung yang dimotori oleh Rusli ‘uli’ Kustaman dan Airik Luqman (tatooz), seiring berjalannya waktu tepatnya tanggal 1 september 2001 dan sampai kini saratuspersen memiliki jumlah personil sebanyak 12 orang: Rusli Kustaman (drum), Airik Luqkmanul Hakim (bass), Muhamad Iman Ipo (kendang), Iwan Darwiansyah Iwenk (djembe – vocal ) Ganjar Purnama (percussion) Uman Stya (pamade2), Ihwanudin Togar (pamade1), Vio Kharisma (kanl1), Ade Sopian (kanl2) , Moh Febri (trombone), Rivan (Violin), Erik Chandra (Saxophone). Adapun alat yang digunakan oleh kelompok world music saratuspersen, diantaranya: Drum set, Kendang, Bongo, Djembe, Suling, Pamade, Kanl, Guitar, Bass, Tembales, Percussion, Violin, Trombone, Trumpet, dll.
Beberapa karyanya sudah terangkum dalam: mini album “sundanese in bali” – album “sound of orang kampung” – album kompilasi “Persib” – album kompilasi “The Rought Guide Undiscover World” London (15 negara) – album kompilasi “World Music & Dance “ Jepang (10 negara) – single “Kau”.
Postmodern yang terus berkembang dan melaju pesat, terkadang sangatlah mengkawarkan untuk anak muda yang baru tumbuh dan berkembang tanpa di bekali wawasan budaya nya sediri, karena postmodern adalah perkembangan budaya luar yang bisa merusak rasa Nasionalis yang nggi yang terus menerus masuk ke budaya Nasional yang semakin hari semakin terkikis keberadaanya.