Kartu Pokémon, dari Hobi Masa Kecil Menjadi Investasi Bernilai Besar
BANDUNG INSPIRA – Permainan kartu Pokémon (Pokémon Trading Card Game) kini berkembang jauh melampaui sekadar hobi. Industri ini tumbuh menjadi pasar investasi bernilai besar dengan perputaran global yang ditaksir mencapai triliunan rupiah. Fenomena tersebut menarik minat banyak anak muda Indonesia untuk mengoleksi, memperjualbelikan, hingga menjadikannya sebagai sumber pendapatan alternatif.
Di tengah pesatnya perkembangan industri ini, Andrew lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi salah satu figur yang melihat peluang besar di balik hobi lamanya tersebut. Ia menilai aktivitas mengoleksi kartu Pokémon tidak kalah potensial dengan pekerjaan formal, terutama karena banyak kolektor dan penjual yang mampu memperoleh keuntungan signifikan.
Menurut Andrew, pasar kartu Pokémon terbagi ke dalam tiga segmen utama: pemain (players) yang membeli kartu untuk kompetisi, kolektor yang mengejar nilai artistik dan nostalgia, serta investor atau flipper yang memperlakukan kartu sebagai aset layaknya emas atau saham. “Rentang harga kartu Pokémon sangat ekstrem, dan dari situlah potensi keuntungannya. Bagi yang memahami pasar, hobi ini dapat menjadi investasi yang sangat menarik,” ujarnya, Minggu (16/11/2025).
Harga kartu Pokémon memang bervariasi. Kartu common dijual di bawah Rp1.000, sementara booster pack di ritel resmi berkisar Rp20.000. Untuk kartu langka yang telah melalui proses grading, nilainya dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah. Di tingkat global, rekor tertinggi masih dipegang kartu Pikachu Illustrator PSA 10 yang terjual sekitar USD 5,275 juta atau setara Rp80 miliar pada 2022.
Potensi keuntungan tidak hanya berasal dari penjualan kartu tunggal. Seorang flipper dapat membeli satu boks kartu seharga Rp600.000 dan berharap memperoleh chase card yang dapat dijual hingga Rp2 juta. Investor jangka panjang biasanya menyimpan sealed booster box yang kemudian dijual kembali beberapa tahun kemudian dengan kenaikan harga tiga hingga lima kali lipat.
Perkembangan teknologi digital turut mendorong pertumbuhan pasar ini. Andrew menjelaskan bahwa penjual kini mengandalkan berbagai platform daring. Selain marketplace besar seperti Blibli, aplikasi khusus seperti Hoopi semakin diminati karena menyediakan fitur lelang dan verifikasi kartu yang dinilai aman oleh komunitas. Metode penjualan melalui live streaming menjadi yang paling populer, karena memungkinkan penjual mengadakan lelang langsung dan memicu bidding war yang kerap menghasilkan harga di atas pasaran.
Popularitas kartu Pokémon juga terlihat dari tingginya minat pada pameran bertajuk “Hidden Treasures Society CardShow” yang sedang berlangsung di Mal Taman Anggrek. Salah satu peserta pameran, Dern Anthea pemilik booth FlipPlug mengatakan bahwa permintaan terhadap kartu Pokémon terus meningkat. Ia menilai perbedaan kartu asli dan palsu relatif mudah dikenali dari kualitas materialnya. “Kualitas kartu palsu jauh lebih buruk. Karena itu, sejak beberapa bulan terakhir saya mulai serius menjalankan bisnis ini, mengikuti jejak Andrew yang sudah lebih dulu meraih keuntungan,” katanya.
Secara historis, kartu Pokémon pertama kali dirilis di Jepang pada 1996. Popularitas globalnya meledak pada 1999 ketika Wizards of the Coast meluncurkan seri Base Set di Amerika Serikat, yang kemudian melahirkan kartu Charizard ikonik bernilai miliaran. Gelombang minat kedua terjadi pada 2020–2021, dipicu oleh pandemi Covid-19, perayaan ulang tahun Pokémon ke-25, serta aksi selebritas dunia seperti Logan Paul yang membuka boks langka bernilai miliaran di YouTube.
Kombinasi faktor historis, budaya pop, dan perkembangan ekonomi digital membuat kartu Pokémon berubah dari permainan masa kecil menjadi instrumen investasi alternatif yang menjanjikan bagi mahasiswa, pekerja, hingga masyarakat luas. Bagi Andrew, perjalanan ini membuktikan bahwa hobi yang ditekuni dengan serius dapat membuka peluang ekonomi yang tidak terduga.(Fahmi)**
Foto: INDOGAMERS


