BANDUNG INSPIRA – Menggunakan pendekatan dengan metode mokumenter, ‘Jurnal Risa by Risa Saraswati’ membawa format yang menyegarkan ke dalam industri film horror Indonesia. Film yang tayang perdana di kota Bandung pada tanggal 10 Juli 2024 ini bercerita tentang salah satu entitas yang pernah viral karena kengeriannya selama perjalanan tim Jurnal Risa membuat konten di YouTube, yaitu Samex.
“Sosok yang ada di cerita ini, mungkin beberapa yang mengikuti Jurnal Risa sudah pada tahu. Intinya, film ini diangkat juga karena menjawab keinginan teman-trmsn Jurnal Risa yang biasa hadir di kisah penelusuran Jurnal Risa ingin main film. Akhirnya, gayung bersambut juga dari pihak MD Pictures,” papar Risa Saraswati.
Kolaborasi peran yang apik, tim Jurnal Risa bersama Prinsa Mandagie dan Sandy Pradana menjadi daya tarik tersendiri dalam film ‘Jurnal Risa by Risa Saraswati’ ini. Diakui Prinsa, film ini menjadi film perdana yang membuatnya mengenal dunia film yang sempat menjadi impiannya.
Keseruan berakting dengan para tim Jurnal Risa juga dirasakan oleh Prinsa, terlebih untuk kisah yang diangkat cukup membuatnya ingin hadir terjun di dunia film.
“Ini benar-benar menjadi pengalaman seru, yang pasti kalian harus nonton apalagi yang mengaku penggemar dari kisah-kisah Jurnal Risa,” ujar Prinsa.
Film ini mengisahkan tentang Prinsa, seorang peserta uji nyali yang dengan sengaja menyebut nama salah seorang entitas yang paling ditakuti oleh tim Jurnal Risa hingga akhirnya ia pun diikuti oleh entitas tersebut. Menurut Bapak, atau kakek dari Risa, entitas tersebut harus segera dikeluarkan dari tubuh Prinsa sebelum lima hari dan yang dapat melakukan hal tersebut hanyalah orang-orang dari dusun tempat Samex–entitas menyeramkan tersebut–lahir sehingga Tim Jurnal Risa melakukan perjalanan ke dusun tersebut dan memulai petualangannya.
Penggunaan metode mokumenter membuat penonton seolah-olah dibawa ke dalam film dan ikut berpetualang dengan tim sehingga ketegangannya terasa semakin nyata. Film debut Prinsa Mandagie ini membuat emosi penonton terasa seperti dikendalikan sesuai dengan gerak kameramen tim dokumenter di dalam film, dibantu juga dengan penggunaan efek efek suara menegangkan yang akan membuat penonton merasa kaget ketika beberapa adegan ditayangkan. Namun sangat disayangkan, pembangunan setnya yang begitu apik tidak dibarengi dengan keselarasan makeup para aktor di beberapa scene. Beberapa plotnya pun terasa kosong dan kurang penjelasan, seolah naskah film tersebut tidak dikembangkan secara sempurna.
Walaupun terdapat beberapa kekurangan dalam filmnya, akting Prinsa Mandagie dalam film pertamanya patut diacungi jempol. Meski masih terlihat kaku di beberapa adegan, Prinsa Mandagie berhasil membawakan peran seorang perempuan muda yang kerasukan dengan sangat baik dan membuat penonton betah menonton film ini. (Raihani)**