Jejak Surat Kartini: Warisan Perjuangan yang Kini Mendunia
BANDUNG INSPIRA – Di balik lembaran kertas yang mulai menguning, tersimpan suara hati seorang perempuan Jawa pada abad ke-19.
Dialah Raden Adjeng Kartini, yang lewat surat-suratnya menyuarakan kegelisahan, harapan, sekaligus keberanian untuk memperjuangkan hak pendidikan dan kesetaraan gender. Kini, suara itu tak lagi hanya bergema di Nusantara, tetapi juga di panggung dunia.
Pada 17 April 2025, UNESCO resmi menetapkan “Arsip dan Surat Kartini: Perjuangan Kesetaraan Gender” sebagai bagian dari Memory of the World (MoW).
Sebuah pengakuan bersejarah bahwa gagasan dan tulisan Kartini adalah warisan intelektual yang layak dijaga untuk seluruh umat manusia.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, tak dapat menyembunyikan kebanggaannya.
Dalam seminar dan pameran arsip di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), ia menegaskan bahwa surat-surat Kartini bukan hanya sekadar catatan pribadi, melainkan tonggak perjuangan perempuan.
“Pemikiran progresif Kartini melampaui zamannya. Ia berbicara tentang martabat, hak pendidikan, dan kesetaraan gender—nilai-nilai yang hingga kini tetap relevan. Penetapan ini bukan sekadar administratif, melainkan simbolis dan strategis untuk menjaga warisan intelektual perempuan Indonesia yang visioner,” ujarnya, seperti dikutip dari InfoPublik, Rabu (20/8/2025).
Arifah mengingatkan, perjuangan Kartini lebih besar dari dirinya sendiri. Di tengah keterbatasan masa kolonial, Kartini berani menembus batas.
Gagasannya memicu kesadaran bahwa kemerdekaan tak akan lengkap tanpa keadilan bagi semua, termasuk perempuan.
“Semangat itu makin terasa relevan saat kita merayakan 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Perempuan bukan sekadar penerima manfaat pembangunan, melainkan agen perubahan,” tambahnya.
Di sisi lain, Mego Pinandito, Kepala ANRI, menjelaskan bagaimana penetapan ini lahir dari kerja sama panjang antara Indonesia, Belanda, dan Perpustakaan Universitas Leiden.
Arsip Kartini kini berdiri sejajar dengan tokoh perempuan Nusantara lain seperti Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Cut Mutia, hingga Christina Martha Tiahahu.
“Ini bukan sekadar pencapaian administratif. Surat-surat Kartini menjadi bukti bagaimana kata-kata mampu memengaruhi peradaban,” ungkapnya.
ANRI pun membuka ruang bagi publik untuk merasakan langsung jejak Kartini melalui Pameran Arsip Kartini. Di sana, pengunjung bisa menyaksikan bagaimana 179 surat yang ditulisnya di usia muda mampu mengubah cara pandang bangsa, bahkan dunia.
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyebut pengakuan UNESCO ini sebagai bukti bahwa warisan perempuan Indonesia memiliki makna global.
“Kartini berhasil menginspirasi gerakan emansipasi. Kini dunia mengakui warisan intelektualnya sebagai bagian dari peradaban,” katanya. (Tim Berita Inspira)**
Keterangan Foto:
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi (foto: Kemenpppa)


