Jejak Kadal Buta dari Pulau Buton: Penemuan Spesies Baru Dibamus oetamai
BANDUNG INSPIRA – Di tengah rimba tropis Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, tersimpan rahasia kecil yang akhirnya terbuka setelah lebih dari satu dekade. Seekor kadal buta tak bertungkai, yang sekilas lebih mirip cacing tanah daripada reptil, menjadi pintu masuk pada kisah panjang penelitian ilmiah yang bermula dari sebuah ekspedisi militer.
Donan Satria Yudha, dosen Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM), masih mengingat jelas peristiwa itu. Tahun 2013, ia ikut serta dalam Ekspedisi NKRI Koridor Sulawesi bersama Kopassus TNI AD.
Saat seorang mahasiswa menggali tanah di hutan, sebuah makhluk mungil tak biasa muncul dari balik serasah. Tubuhnya licin, tanpa kaki, dan berbeda dari reptil yang mereka kenal. Sampel itu kemudian sampai di Laboratorium Sistematika Hewan UGM, tempat Donan bekerja.
“Dari bentuknya sudah mencurigakan. Tapi untuk memastikan, kami butuh kajian lebih dalam,” kenang Donan, seperti dikutip dari laman resmi UGM.
Perjalanan identifikasi itu ternyata panjang. Donan tidak bekerja sendiri. Ia berkolaborasi dengan Awal Riyanto, herpetolog senior dari LIPI (kini BRIN), serta melibatkan mahasiswanya, Maximilianus Dwi Prasetyo, yang menjadikan spesimen misterius ini sebagai topik skripsi. Bantuan juga datang dari Thasun Amarashinge, peneliti BRIN yang bersama timnya membantu memastikan status spesies tersebut.
Akhirnya, setelah bertahun-tahun riset, kepastian itu datang. Spesies baru itu resmi diberi nama Dibamus oetamai, dan publikasinya terbit di jurnal ilmiah internasional Taprobanica: The Journal of Asian Biodiversity pada April 2025.
Karakter Unik di Balik Tubuh Mungil
Kadal buta ini berbeda dari kerabatnya. Dari sisi morfologi, bagian kepalanya menjadi pembeda utama. Tidak ada sutura pada bagian rostral, sementara sisik frontal lebih besar dari frontonasal. Sisik-sisik kecil di bagian kepala dan tubuh menjadi penanda jelas bahwa ia memang entitas baru dalam dunia herpetologi.
Meski ukuran tubuhnya tidak mencolok, penemuan ini membawa arti besar: Indonesia masih menyimpan keragaman hayati yang luar biasa, bahkan pada makhluk yang kerap luput dari perhatian manusia.
Ancaman di Tengah Hutan yang Menyusut
Namun, kisah penemuan ini tidak hanya tentang euforia ilmiah. Dibamus oetamai punya habitat yang sangat terbatas. Ia hanya ditemukan di hutan lindung Kakenauwe dan Lambusango, di ketinggian kurang dari 400 meter di atas permukaan laut. Hutan hujan musiman dengan serasah tebal menjadi rumahnya.
“Kalau hutannya hilang, spesies ini juga hilang,” ujar Donan. Kekhawatiran itu nyata. Tekanan terhadap hutan tropis Indonesia terus meningkat, baik karena alih fungsi lahan maupun aktivitas manusia lainnya.
Lebih dari Sekadar Spesies Baru
Bagi Donan, penemuan ini adalah penanda bahwa hutan-hutan Indonesia masih menyimpan banyak misteri. “Saya berharap pemerintah lebih berhati-hati membuka hutan, apalagi di pulau-pulau kecil. Masih banyak spesies yang menunggu ditemukan,” pesannya.
Dibamus oetamai mungkin kecil dan nyaris tak terlihat, tapi kehadirannya mengingatkan kita akan satu hal: menjaga hutan sama artinya menjaga masa depan keanekaragaman hayati negeri ini. (Tim Berita Inspira)


