BANDUNG INSPIRA – Kini lembaga penyiaran di Indonesia baik televisi dan radio terus mengalami pertumbuhan, terlebih seiring dengan kemajuan teknologi dan masuk era serba digital. Namun, pertumbuhan tersebut tentunya tidak lepas dari jejak sejarah lahirnya penyiaran di tanah air.
Tahun 2023 ini pun menjadi momentum bersejarah bagi Jawa Barat, karena untuk pertama kalinya hadir Hari Penyiaran Daerah (Harsiarda) di Indonesia. Kendati begitu, Harsiarda tidak lepas dari sejarah panjang lahirnya Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas).
Hal itu disampaikan Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet, baginya hari penyiaran menjadi momen penting untuk diperingati.
“Kami adalah satu-satunya Provinsi di Indonesia yang menggagas Hari Penyiaran Daerah, karena bagi kami penyiaran itu menjadi faktor penting tumbuhkan berbagai sektor di Indonesia,” ungkap Adiyana.
Palagi, ia menjelaskan Jawa Barat merupakan Provinsi yang paling banyak hadirnya lembaga penyiaran yaitu 437 yang tersebar di 27 Kabupaten/Kota.
“Tidak salah jika akhirnya Jawa Barat merupakan miniatur lembaga penyiaran di Indonesia. Untuk itu kami menilai begitu penting momen hari penyiaran untuk diperingati, karena dapat mengubah apapun, termasuk pola pikir masyarakat dan tumbuhnya SDM yang berkualitas,” sambungnya.
Dan pada hari ini, Selasa (6/6/2023), Hari Penyiaran Daerah (Hasiarda) pertama di Indonesia resmi di selenggarakan. Selain kebanggaan besar bagi insan penyiaran di Jawa Barat di harapkan momentum ini menjadi titik perkembangan seluruh insan penyiaran di Jawa Barat untuk Sejahtera.
Sementara seperti kita tahu, dilansir dari kpi.go.id Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) di Indonesia sendiri diperingati setiap tanggal 1 April dan diresmikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional.
Dipilihnya tanggal 1 April karena pada 1 April 1933 berdiri Lembaga Penyiaran Radio milik pribumi pertama (bangsa Indonesia) di Solo yaitu Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang diprakasai oleh KGPAA Mangkunegoro VII.
Tercatatnya sejarah penyiaran di Indonesia dimulai pada tahun 1927, sejak Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Sri Mangkoenegoro VII yang menerima hadiah dari seorang Belanda berupa pesawat radio penerima.
Selanjutnya, pada 1 April 1933 berdiri sebuah lembaga penyiaran radio pertama milik Indonesia di Kota Solo bernama Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang didirikan Sri Mangkoenegoro VII. Tanggal berdirinya SRV ini kemudian dijadikan oleh para pencentus Harsiarnas sebagai hari lahirnya penyiaran nasional.
Tidak begitu hadir begitu saja, proses penetapan Hari Penyiaran Nasional membutuhkan waktu yang cukup lama hingga ditetap oleh Presiden Joko Widodo pada 2019 lalu. Deklarasi pertama Harsiarnas dilakukan pada tanggal 1 April 2010 di Surakarta, Jawa Tengah.
Deklarasi tersebut diprakarsai oleh Hari Wiryawan yang ketika itu menjadi Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jateng dan didukung oleh berbagai kalangan, mulai dari pemerintah, wakil rakyat, budayawan, akademisi, dan insan penyiaran. Beberapa tokoh penting yang terlibat dalam deklarasi tersebut adalah maestro Keroncong Gesang dan penyanyi Waljinah.
Dan Deklarasi tersebut merupakan sebuah usulan kepada pemerintah agar menetapkan dua hal penting. Pertama, agar tanggal 1 April yang merupakan hari lahirnya SRV ditetapkan sebagai Hari Penyiaran Nasional. Kedua, agar KGPAA Mangkunagoro VII ditetapkan sebagai Bapak Penyiaran Indonesia.
Setelah deklarasi tahun 2009, kemudian dilakukan deklarasi kedua tahun 2010 dengan usulan dan materi yang sama. Deklarasi Harsiarnas dilakukan pada tanggal 1 April 2010 di Bale Tawangarum, Balai Kota Surakarta yang waktu itu juga dihadiri oleh Walikota Solo Joko Widodo.
Melalui deklarasi tersebut, para pelaku penyiaran dan masyarakat Indonesia dapat lebih menghargai dan menghormati sejarah penyiaran nasional Indonesia yang bermula dari kota Solo.
Hari Penyiaran Nasional menjadi sebuah momen penting untuk mengenang peran penting penyiaran dalam kehidupan sosial, budaya, dan politik di Indonesia. Melalui penyiaran, masyarakat dapat mendapatkan informasi, hiburan, dan edukasi yang penting dan berkualitas untuk membangun negara yang lebih baik. (Tri widiyantie)**