BANDUNG BARAT, INSPIRA – Ratusan buruh dari gabungan serikat pekerja di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD, Selasa (23/1/2024) siang.
Aksi didasari tuntutan buruh untuk menertibkan perusahan outsourching yang marak di KBB. Keberadaan mereka menutup celah warga asli KBB untuk bekerja di perusahaan yang ada di KBB.
Mereka juga kecewa pada anggota legislatif karena mereka tidak diterima satupun anggota maupun pimpinan DPRD, alasannya wakil rakyat tengah pelesir berdalih kunjungan kerja.
Massa aksi melakukan orasi didepan kantor dengan menutup akses jalan Padalarang-Bandung, petugas kepolisian Polres Cimahi terpaksa mengalihkan Arus lalulintas dari Cipatat-Cihaliwung-Panaris, dan memberlakukan satu arah dari Cimahi-Padalarang.
Koordinator Aksi Buruh KBB, Dede Rahmat mengatakan, para buruh juga merasa kecewa lantaran tidak ada satupun anggota DPRD maupun perwakilan yang hadir dalam unjuk rasa tersebut.
Padahal, ada berbagai tuntutan yang ingin mereka diskusikan kepada para wakil rakyat.
“Tidak ada satu pun anggota dewan yang di kantor alasan kunjungan kerja ke luar kota, ada atau tidak ada pun percuma karena ketika kita duduk dan diskusi dengan dewan tidak ada satu pun tuntutan kita yang teralisasi (janji palsu),” kata Dede kepada wartawan di sela aksi.
“Hari ini kita menuntut, tolong tertibkan perusahaan-perusahaan outsourcing yang ada di KBB. Tindak tegas pengusaha yang melanggar aturan hukum tanpa terkecuali,” tegas Dede.
Selain itu, pihaknya meminta agar Pj Bupati Bandung Barat mengeluarkan pemberlakuan upah di atas upah minimum atau upah bagi pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun.
“Jangan sampai yang baru masuk kerja naiknya sampai 27 persen dan yang sudah kerja 20 tahun pun Rp 27 ribu bukan 27 persen. Tolong bedakan dan hargai yang sudah mengabdikan diri terhadap perusahaan,” sebutnya.
Menurutnya, anggota DPRD di Bandung Barat terkesan tutup mata, pasalnya janji tuntutan buruh di tahun sebelumnya dan tahun sekarang tidak pernah terealisasi (tidak nyata).
Bahkan, ketika upah hanya naik 27 persen dan ketika PHK merajalela tidak ada satupun wakil rakyat atau anggota dewan turun langsung melihat kejadian-kejadian di lapangan.
“Jadi, ini bentuk sebuah kekecewaan para pekerja, kita sampaikan di Gedung HBS Cimareme untuk mendeklarasikan diri buruh tidak akan memilih partai lain selain Partai Buruh,” tegasnya.
Tak hanya itu, terang Dede, hampir sekitar 900 perusahaan yang terdaftar di KBB, mulai kelas menengah ke bawah sebanyak 80 persen pengusaha yang ada di KBB menggunakan jasa outsourcing, baik itu yang berhubungan dengan produksi langsung ataupun jasa pengaman.
“Sedangkan dalam perda, karena KBB memiliki perda ketenagakerjaan, di sana sudah disebutkan bahwa penggunaan outsourcing itu dilarang digunakan di bagian inti produksi,” terangnya.
“Bahkan, ketika outsourcing-outsourcing yang memang diperbolehkan itu harus ada kantor di KBB dan terdaftar,” tambahnya.
Sementara, ungkap Dede, selama ini pihaknya melihat banyaknya jasa outsourcing, jasa security dan segala macamnya yang ada di KBB, itu kantornya di mana, terdaftar atau tidaknya pun pihaknya tidak paham dan para pekerjanya pun bukan masyarakat KBB.
“Harapan kami, banyaknya industri di KBB jangan sampai juga masyarakat KBB hanya menjadi penonton. Intinya, serap tenaga kerja masyarakat KBB,” ungkapnya.
Lebih lanjut Dede menuturkan, presentase penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bandung Barat itu 60 banding 40 persen. Namun, 60 persen pekerja dari luar KBB dan warga pribumi hanya 40 persen.
“Perda sudah mengatur dan kami berjuang dalam perda diatur memang tidak ada persenan. Tapi, manakala perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja diwajibkan masyarakat setempat,” tuturnya.
Kendati begitu, sambung Dede, bukti nyata di lapangan itu tidak ada, karena tidak pernah ada perusahaan yang diberikan sanksi ketika terjadi pelanggaran itu.
“Ada aturan yang berpihak kepada para pekerja yang kita buat tetapi tidak pernah ada tindakan di lapangan,” tandasnya. *(trijunari)