BANDUNG, INSPIRA -Bebas menyuarakan pendapat tanpa ada tekanan merupakan hak setiap warga negara. Hak berpendapat ini dilindungi hukum yang tertuang dalam pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan itu, Sekelompok anak muda yang tergabung dalam forum Komunitas Buka Suara, menggelar serangkaian acara untuk berdiskusi dengan bebas, kali ini bertemakan Merdeka Suara.
Anggota DPRD Jawa Barat, Haru Suandharu yang turut hadir pada acara tersebut mengatakan, kebebasan berpendapat merupakan perwujudan demokrasi di suatu bangsa.
“Saat ini sudah merdeka, tidak seperti dulu yang tidak bebas menyampaikan pendapat,” ujar Haru dalam Buka Suara Vol 2, Jumat (2/2/2024).
Haru menilai, kini anak muda sudah mulai kritis dan ingin menyampaikan keresahan yang dialaminya.
Maka dari itu, lanjut Haru, forum dua arah perlu diadakan dengan para pemuda sebagai jembatan interaksi dalam menyuarakan pendapat.
“Saya kira butuh forum strategis seperti ini, para anak muda bebas menyampaikan keluh kesah tanpa ada justifikasi,” jelas Haru.
Kemudian, Anggota DPRD Kota Bandung, Iwan Hermawan, menyampaikan, bahwa hak berpendapat dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya anak muda.
Iwan senada dengan Haru bahwa diperlukan diskusi terbuka dengan para pemuda guna mengetahui apa yang dipikirkan dan pendapat tentang bangsa.
“Kita harus pakai cara yang lembut dengan hadir dalam bentuk diskusi atau sharing. Milenial atau Gen Z itu banyak, tapi sentuhan terhadap mereka belum maksimal. Saya kira ini masih proses yang harus diperbaiki,” kata Iwan.
Sementara itu, Konsultan Politik dan Hukum, Fakhruddin Rusyibani mengatakan, masyarakat sebaiknya menyampaikan ide atau pendapat dengan kelompok yang satu suara.
“Membuka suara itu enggak bisa sendirian, harus terbiasa berorganisasi atau berjamaah. Sehingga, menghadirkan frekuensi yang besar,” ujar Fakhrudin.
Dirinya mengimbau kepada masyarakat apabila menyuarakan suatu hal, maka sebaiknya jelas dan tegas, agar tidak disalahartikan hingga menjadi ancaman tersendiri.
“Menurut saya pembuat Undang-undang juga harus adaptif terhadap kondisi anak-anak muda, jangan sampai sesuatu yang ekspresif sebetulnya tidak bermaksud menghina diartikan sebagai sebuah hinaan,” ungkapnya. *(e.nirmayadi)