Kisah Abah Soleh: Menjaga Napas Wayang Golek dari Tanah Cibiru
BANDUNG INSPIRA – Di sebuah sudut Kampung Cipondoh Girang, Desa Cinunuk, Cileunyi, Kabupaten Bandung, suara pahat berpadu dengan aroma kayu albasiah menjadi irama sehari-hari Abah Soleh.
Dengan tangan yang sudah akrab memegang amplas dan pisau ukir sejak kecil, ia terus merawat warisan leluhur: wayang golek khas Cibiru.
Perjalanan Abah Soleh dimulai pada tahun 1969, saat usianya baru delapan tahun. Dari kakaknya, Duyeh, dia belajar mengamplas, membuat tangan, hingga memahat badan wayang.
“Ya menekuni wayang golek, Abah dari kecil. Umur delapan tahun, tahun 1968. Kan Abah kelahiran 1960. Dari tahun 1968, Abah belajar dari kakak saya, Abah Duyeh,” kata Abah saat ditemui INSPIRA di kamar kontrakannya, beberapa waktu lalu.
Tiga tahun berselang, dia sudah mampu menciptakan wayang golek utuh. Meski mengaku hasilnya belum sempurna, semangatnya tak pernah surut. Bagi Abah Soleh, seni bukan sekadar mata pencaharian. Selama masih bernapas, Abah Soleh mengaku akan terus berkarya.
“Menekuni wayang golek, Insya Allah abah mah. Abah mah satungtung bisa duduk, biarpun sakit bisa duduk, enggak berhenti bikin wayang golek ke abah mah. Makanya selama napas masih ada. Insya Allah abah mah,” kaya Abah.
Tak banyak yang tahu, sejarah wayang golek di Cibiru bermula dari Ki Darman, leluhur Abah Soleh yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah.
Sekitar tahun 1814, Ki Darman pindah ke Cibiru saat masa Bupati Bandung kedua. Dari tangannya lahir wayang cepak, yang kemudian berkembang menjadi wayang golek.
“Cikal bakalnya pencipta wayang kolektif berasalnya dari sini, Cibiru. Waktu kecamatan itu kewadanaan Cibiru, belum ada Ujung Merung, zaman bupati Bandung II. Penciptanya Abah Darman, orang Tegal,” cerita Abah Soleh
Membuat satu wayang golek bukan perkara cepat. Butuh 2–3 hari untuk menyelesaikan satu tokoh, dimulai dari kepala, badan, tangan, hingga proses pengecatan. Namun, di balik ukiran dan warna yang indah, Abah Soleh membawa misi yang lebih besar: menghidupkan kembali sejarah Cibiru sebagai pusat wayang golek.
Kini, ia berharap dukungan pemerintah agar kesenian ini kembali bergeliat, bukan hanya sebagai komoditas, tapi sebagai identitas budaya Sunda. Menurut Abah Soleh, wayang bukan sekadar kayu diukir. Di dalamnya ada cerita, ada jiwa, ada sejarah yang harus dijaga. (Tim Berita Inspira) **
Keterangan Foto:
Perajin wayang golek dari Cibiru Abah Soleh berharap perhatian dari pemerintah. (Foto: Inspira)


