BANDUNG INSPIRA – Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang tengah dirampungkan semakin memicu gelombang protes dari masyarakat sipil. Komisi I DPR RI bersama pemerintah menggelar rapat kerja pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pada Selasa (18/03/2025). Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah sepakat bahwa RUU TNI akan disahkan pada Kamis (20/03/2025) dalam sidang paripurna tingkat II.
Revisi Undang-Undang TNI ini akan diberlakukan kepada 3 pasal saja. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menepis banyaknya pasal dalam RUU TNI yang beredar di media sosial.
“Jadi dalam revisi UU TNI hanya ada 3 pasal, Pasal 3, Pasal 53, dan Pasal 47. Jadi nggak ada pasal-pasal lain yang kemudian di draf yang beredar di media sosial, saya lihat banyak sekali, kalaupun ada pasal pasal yang sama yang kita sampaikan itu isinya sangat jauh berbeda,” ujarnya yang dilansir dari viva.co.id.
Masyarakat semakin meluapkan kekecewaan mereka dengan mengkampanyekan tagar #TOLAKRUUTNI yang beberapa hari ini masih bertengger di posisi trending topik media sosial. Ratusan ribu warganet menyuarakan rasa marah dan ketidaksetujuan mereka terhadap RUU TNI yang dianggap mengancam prinsip-prinsip demokrasi. Poster-poster penolakan terhadap revisi UU TNI pun ramai beredar, menggambarkan keresahan yang meluas.
Aksi-aksi protes juga digelar oleh elemen masyarakat, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti yang mengadakan demonstrasi pada Rabu (19/03/2025) hingga Kamis (20/03/2025). Para pengunjuk rasa mulai berkumpul di Kampus Universitas Trisakti pada pukul 10.00 WIB dan akan berangkat menuju gedung DPR RI. Mereka menuntut agar RUU TNI dibatalkan karena dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI. Aksi ini melibatkan berbagai organisasi mahasiswa seperti Ikatan BEM Pertanian Indonesia, Serikat Masyarakat Universitas Sam Ratulangi, dan Universitas Islam Sultan Agung. Bahkan, dosen di Universitas Gadjah Mada (UGM) meliburkan mahasiswanya agar bisa ikut serta dalam aksi protes ini.
Para warganet juga tak ketinggalan mengungkapkan ketidakpercayaan mereka terhadap pemerintah melalui media sosial. Banyak yang menekankan bahwa TNI seharusnya tetap berada di barak dan bukan terlibat dalam urusan sipil. “SDM TNI tidak untuk diskusi dan berpikir, tapi untuk emosi, arogansi, dan senjata. Jadi, tentara tidak cocok masuk ruang sipil yang seringkali menimbulkan pelanggaran HAM,” tulis akun @ilhampid.
Masyarakat khawatir jika revisi Undang-Undang TNI disahkan akan mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang sudah dibangun sejak era Reformasi. Dalam siaran pers, rakyat menuntut pemerintah untuk mengesampingkan RUU TNI dan menjamin supremasi sipil serta menghormati hak asasi manusia. Mereka juga menolak segala bentuk militerisasi dalam struktur pemerintahan sipil. (Deyvanes Nuruwe)**