KAB. CIANJUR, INSPIRA – Kisruh lahan antara Perkumpulan Penggarap Tanah Terlantar (P2T2) dengan PT Maskapai Perkebunan Moelia (MPM), Cipanas, Kabupaten Cianjur, berbuntut laporan polisi. Bahkan, tiga anggota P2T2 telah ditetapkan Polda Jabar sebagai tersangka atas dugaan pengrusakan.
Ketiga tersangka dugaan pengrusakan tersebut, yakni Siswati (52), Deni Setiawan (44), dan Suhendi alias Pening (36). Atas penetapan tersangka, mereka pun mengambil langkah praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung.
Pengajuan praperadilan dilakukan ketiganya dengan menggandeng Lembaga Bantuan Hukum Barisan Relawan Jalan Perubahan (LBH Bara JP) sebagai kuasa hukum.
“Untuk mengajukan permohonan praperadilan terhadap penetapan tersangka pada Para Pemohon sebagaimana Surat Ketetapan Nomor: S.Tap/221/X/RES.1.24/2023/Ditreskrimum Polda Jabar tanggal 26 Oktober 2023,” dikutip dari surat pengajuan praperadilan LBH Bara JP, Senin (27/11).
Diketahui, penetapan tersangka bermula dari aksi unjuk rasa P2T2 Kabupaten Cianjur di kantor PT MPM pada 7 Maret 2023. Unjuk rasa juga dilakukan kantor Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN setelah mengajukan pemberitahuan ke Mabes Polri, Polda Metro Jaya dan Polda Jabar.
P2T2 menuntut PT MPM selaku pemegang 12 sertifikat hak guna usaha (HGU) dengan luas 1.020 hektare di Desa Batulawang, Cibadak, dan Sukagalih, yang telah habis masa berlakunya sejak 21 Juli dan 31 Desember 2022. Bahkan, telah terbit sertifikat hak pengelolaan lahan (HPL) atas nama Badan Bank Tanah seperti dijelaskan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Cianjur, secara tertulis.
Namun, pada 10 Maret 2023, seseorang bernama Aris Fadhila membuat laporan Polisi nomor: LPB/122/III/2023/SPKT/POLDA JABAR menyebut tanggal 7 Maret 2023 ada perkara dugaan tindak pidana pengrusakan barang berupa plang nama dan portal PT MPM yang diduga dilakukan terlapor bernama Siswati dkk.
Disebutkan pada LP tersebut, tanah dengan SHGU nomor 00116, 00113 dan 00109 masih diaku Aris sebagai milik PT MPM. Disebutkan juga, korban telah mengalami kerugian Rp200 juta.
Anehnya, justru seruan para petani terkait dugaan HGU yang telah diagunkan senilai kisaran Rp730 miliar ke Bank Mayapada Tbk justru sangat senyap. Empat sertifikat HGU PT MPM ternyata tidak diendus Polda Jabar.
Padahal, HGU tersebut disinyalir telah diagunkan dengan cara yang tidak sah dan mengakibatkan gangguan terhadap hak masyarakat untuk tempat tinggal serta mencari nafkah dengan bercocok tanam di atas tanah negara.
Polda Jabar dianggap terlalu mudah disiasati seorang pelapor dengan cukup hanya menyebut PT MPN masih sebagai pemilik tanah. Polisi yang memeriksa lima orang petani penggarap seakan tidak paham hukum karena tidak terlebih dahulu menelusuri validasi data HGU kepada instansi yang berwenang.
Padahal, HGU PT MPM sudah tidak berlaku sejak tanggal 31 Desember 2022. Namun Polda Jabar justru menetapkan tersangka dan sekarang sudah menahan lima orang petani penggarap di atas areal HPL. *(e.nirmayadi)