BANDUNG BARAT, INSPIRA – Direktur Eksekutif Komunitas Ngaji Sosial Institut, Yosep Yusdiana menilai terkait misteri Pemilu dalam kegiatan Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Tingkat Kecamatan yang dilaksanakan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan (Panwascam) Cisarua di Saung Panineungan, Desa Pasirhalang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Selasa (24/10/2022).
Selain paparan terkait misteri Pemilu, pengamat politik dan demokrasi tersebut juga menyoroti tentang pasar dagang global dan pertarungan pasar suara.
Disebutkan Yosep, tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024 mengacu pada PKPU Nomor 4 Tahun 2022 dimana tahapan kampanye berlangsung selama 75 hari dari 28 November 2024 hingga 10 Februari 2024, masa tenang pada tanggal 11-13 Februari 2024.
Pemungutan Suara Pemilu 2024 pada 14 Februari 2024, Penghitungan suara pada 14-15 Februari 2024, rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 15 Februari sampai 20 Maret 2024, penetapan hasil Pemilu; bergantung pada pemberitahuan (tiga hari) dan putusan MK (tiga hari) terkait tidak ada atau adanya PHPU.
“Dilanjutkan pengucapan sumpah janji pada 01 Oktober dan 20 Oktober 2025,”katanya.
Jika ada putaran kedua, dia menuturkan, pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih akan dilaksanakan pada 22 Maret-25 April 2024, kampanye pada 2-22 Juni 2024, masa tenang pada 23-25 Juni 2024, Pemungutan Suara pada 26 Juni 2024.
“Lalu penghitungan suara pada 26-27 Juni 2024 dan dilanjutkan rekapitulasi hasil penghitungan suara pada 27 Juni sampai 20 Juli 2024,” kata Yosep, Selasa, (24/10).
Terkait misteri Pemilu, dia menerangkan, kisah di dalam kisah Pemilu adalah anomali, lebih ramai lancar bahkan padat merayap diperbincangkan, daripada kisah sesungguhnya dari Pemilu; hoax lebih nyata ketimbang kebenaran kabar, perilaku politik Pemilu menyimpang lebih syur jadi kebanggaan ketimbang perilaku yang didasari prinsip politik Pemilu, body image mengungguli knowledge image.
Karakter yang mungkin nyata dan mungkin pula tidak; karakter demokratisasi rakyat dalam Pemilu hilang; heroisme subjektif elit muncul mengalahkan heroisme objektif kolektif rakyat sebagai pemilik kedaulatan; rakyat terjerembab pada posisi sebagai pangsa pasar Pemilu dan EO pemenangan.
“Terjadi mistifikasi Pemilu yang massif,” ungkapnya.
Pengawasan Partisipatif, dia menerangkan, dibagi ke dalam dua bagian. Pengawasan; pemantauan perilaku, kegiatan, dan informasi. Maka hakikat pengawasan adalah tindakan analitik.
“Partisipatif; keterlibatan pikiran, perasaaan, dan tindakan seseorang secara bertanggung jawab dalam upaya pencapaian tujuan. Secara kuantitatif, partisipasi adalah gejala demokrasi dan secara kualitatif adalah emansipasi. Maka hakikat partisipasi adalah perwujudan kesadaran sosial politik dengan segenap ilmu dan amal,” ujarnya.
Dibeberkan Yosep, membangun Pemilu yang ilmiah harus bersandar pada pengetahuan bukan pada pengelabuan, objektif dan terukur demi kepentingan rakyat, rakyat mampu memetakan kepentingannya dalam Pemilu.
Adapun strategi laboratorium pengawasan, lanjut dia, melalui deskripsi; membuat gambaran yang menjadi semesta Pemilu dengan memahami tahapan, peta potensi pelanggaran dan potensi pelanggar, IKP, peta potensi sengketa proses dan hasil, peta stakeholder civil society, dll.
“Prediksi; membuat bacaan arah hasil-hasil deskripsi guna pencegahan sebelum penindakan, Preskripsi (rekomendasi); membangun langkah-langkah strategis dan memahami segenap alur penanganan, membangun isu dan opini. Simulasi regulatif dalam menghadapi kerawanan dan potensi pelanggaran,” jelasnya.
Ditegaskan Yosef, mistifikasi Pemilu sebagai musuh berat rakyat, perdukunan politik, janji yang tidak sesuai kewenangan dan regulasi, bersandar semata pada logistik (uang) ketimbang agenda pramatik, partisipasi pemilih yang apolitis.
“Follow up strategi Bawaslu dan adhock dalam membangun gerakan konsolidasi pengawasan partisipatif harus dibarengi pembangunan infrastruktur public space,” tegasnya.
“Kader SKPP, pemantau Pemilu, dan stakeholder civil society adalah penyerang utama, di tengah Bawaslu dan adhock harus bertahan karena (hambatan) regulasi,” ucapnya.
Sementara itu, Kordiv HP2HM Panwascam Cisarua, Wahyu Robhana menyampaikan, diadakannya Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Tingkat Kecamatan bertujuan agar masyarakat bisa turut aktif dan peduli terhadap demokrasi. Agar tercipta iklim Pemilu yang kondusif tanpa ada pelanggaran.
“Karena pengawasan partisipatif ini merupakan bagian dari manisfestasi kedaulatan rakyat dalam demokrasi. sehingga dengan demikian, dengan adanya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu dapat menghasilkan Pemilu yang demokratis, baik dari proses maupun hasilnya, serta menciptakan pemimpin yang mempunyai kapabilitas dalam mengambil kebijakan politik demi kepentingan masyarakat,” tukasnya. *(trijuna)